Teori Akuntansi: Uniformity and Disclosure


What Underlies The Choice Among Accounting Methods?
Field, Lys dan Vincent (FLV) mengemukakan tiga alasan yang mendasari pemilihan metode akuntansi oleh manajemen, antara lain:
1.      Meminimalkan agency cost
Misalnya pemilihan antara operating lease atas capital lease sehingga utang tidak akan tampak pada neraca (off balance sheet) karena langsung dikurangkan sebagai biaya dalam laporan laba rugi. Dengan demikian rasio debt-to-equity dan situasi debt covenant akan lebih baik.
2.      Mempertimbangkan informasi signaling yang ingin manajemen sampaikan kepada pihak luar. Manajemen akan memilih metode akuntansi yang memberikan shareholders dan potensial shareholders informasi mengenai aliran kas dimasa mendatang. Alasan kedua ini tidak dapat dipisahkan dari insentif manajemen untuk berusaha meningkatkan gaji dan bonusnya.
3.      Melibatkan eksternalitas atau berusaha mempengaruhi pihak eksternal. Misalnya pemilihan LIFO daripada FIFO. Dengan demikian, income yang dilaporkan akan lebih kecil sehingga pajak yang dikenakan pun lebih rendah. Atau pemilihan accelerated depreciation atas straight line depreciation.
Contoh- contoh FLV diatas hanya berlaku pada situasi tertentu dimana ekonomi bukan pertimbangan utama. Namun pada chapter ini, kita akan menentukan pemilihan metode dengan ekonomi sebagai pertimbangan utama.
Uniformity (Keseragaman)
Dalam literature akuntansi, keseragaman seringkali disalahartikan sebagai comparability (daya banding). Sprouse melihat daya banding sebagai proses akuntansi yang disesuaikan dengan circumstances suatu transaksi dan proses pembandingan alternative untuk membuat suatu keputusan. Untuk transaksi yang mirip maka diperlakukan hampir sama dan transaksi yang berbeda harus memperoleh perlakuan yang berbeda pula. Sedangkan keseragaman dilihat sebagai konsep yang mempengaruhi daya banding. Tingkat daya banding yang dapat diandalkan oleh pengguna tergantung pada tingkat keseragaman yang disajikan dalam laporan keuangan.
Hubungan antara keseragaman dan daya banding erat kaitannya dengan SFAC No. 2. Daya banding bukan sebuah kualitas pada angka- angka akuntansi dalam artian relevansi dan realibilitas, tapi merupakan hubungan antar angka- angka tersebut. Tujuan dari daya banding adalah menjelaskan persamaan dan perbedaan. SFAC No. 2 juga menyatakan bahwa daya banding tidak boleh dicampuradukkan dengan identitas, dan terkadang lebih dapat dipelajari dari perbedaan daripada persamaan, apabila perbedaan tersebut dapat dijelaskan.
The Nature and Complexity of Events
Transaksi adalah kejadian ekonomi atau keuangan yang dicatat dalam akun perusahaan. Sedangkan event (kejadian) didefinisikan dalam SFAC No. 6 sebagai konsekuensi yang terjadi pada sebuah entitas. Transaksi dapat terjadi antar entitas, antara perusahaan dengan pekerjanya, dan antara perusahaan dengan investor atau kreditor. Jadi transaksi merupakan event eksternal. Sedangkan event yang bersifat internal, misalnya depresiasi dan persediaan barang setengah jadi.
Menurut keadaannya (circumstances), event dibedakan menjadi simple events dan complex events. Simple event terjadi dalam situasi yang sederhana, tidak banyak peraturan sehingga perlakuan yang diberikan relative sama. Misal pembayaran utang jasa tanpa adanya diskon. Sedangkan complex events memiliki derajat kompleksitas yang tinggi karena adanya halangan (restriction), kontijensi, dan persyaratan. Misal apakah pembeli atau penjual yang akan membayar biaya angkut?
Relevant Circumstances
Relevant circumstances adalah keadaan signifikan yang secara ekonomi dapat mempengaruhi secara luas event yang serupa atau mirip. Keadaan signifikan secara ekonomi tersebut meliputi kondisi umum atau factor yang terkait dengan complex events yang diduga dapat mempengaruhi waktu aliran kas. Terdapat dua tipe umum relevant circumstances, yaitu:
·         Present magnitudes: kondisi yang telah diketahui pada saat terjadinya event.
·         Future contingencies: factor yang hanya dapat dikeathui setelah tanggal terjadinya event.
Selain relevant circumstances, manajemen juga memiliki peran dalam menentukan metode akuntansi yang digunakan. Oleh karena itu, Cadenhead membatasi relevant circumstances pada elemen diluar kendali manajemen yang disebut environmental conditions.
Finite and Rigid Uniformity
Finite uniformity berusaha menyamakan metode akuntansi yang telah ditentukan dengan relevant circumstances dalam situasi yang secara umum sama. SFAS No. 13 dalam leasing jangka panjang menyatakan bahwa leasing harus dikapitalisasi apabila jangka waktu leasing sama dengan atau lebih dari 75% umur ekonomis asset.
Rigid uniformity berarti menentukan satu metode untuk semua transaksi yang serupa meski kemungkinan terdapat relevant circumstances. Misal pada SFAS No.2 menyatakan bahwa R & D cost tidak boleh dikapitalisasi meskipun terdapat future benefit. Namun dalam kenyataannya, meningkatkan daya banding dapat bersifat counterproductive. Dengan kata lain, dapat melemahkan relevansi atau reliabilitasnya jika untuk membandingkan antara dua ukuran, salah satunya diperoleh dengan metode yang menghasilkan informasi yang kurang relevan atau reliable.
Finite uniformity seharusnya lebih mengutamakan penyajian yang sejujurnya (representational faithfulness)  daripada rigid uniformity. Pendekatan representational faithfulness berdasarkan finite uniformity memandang adanya derajat representational faithfulness. Sterling secara kontras melihat representational faithfulness dalam konteks biner: apakah ukuran karakteristik dari sebuah asset itu representational faithfulness atau tidak. Dalam kepentingan pengambilan keputusan, representational faithfulness merupakan karakteristik kegunaan yang utama dan tidak boleh ditukar dengan verifiabilitas meskipun beberapa ukuran karakteristik yang relevan mungkin “kurang tepat”.
The Present Status of Uniformity
Finite uniformity dan rigid uniformity, sampai pada tahap tertentu merupakan kondisi yang ideal. Dalam kenyataannya, sistem campuran digunakan dimana beberapa standar berusaha menmperhitungkan relevant circumstances, sedangkan yang lainnya secara jelas menggunakan rigid uniformity.
The Usefulness of Accounting Allocation
Alokasi adalah pembagian kos atau pendapatan selama satu periode yang dapat diaplikasikan ke beberapa periode. Contohnya antara lain depresiasi, harga pokok penjualan, amortisasi premium atau diskon obligasi, dsb. Alokasi dikritik karena tidak dapat dikoreksi atau diperbaiki. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada satu metode alokasi yang dianggap lebih baik atau lebih akurat daripada metode lainnya.
Disclosure
Disclosure atau pengungkapan catatan atas laporan keuangan memuat baik informasi keuangan maupun komunikasi pelengkap – termasuk catatan kaki, poststatement events, diskusi manajemen dan analisis operasi untuk tahun mendatang, prediksi keuangan dan kegiatan operasi, maupun kebijakan akuntansi. Pelaporan keuangan biasanya terdiri dari laporan keuangan dan disclosure. SFAC No. 5 mendefinisikan disclosure sebgai penyajian informasi dengan tujuan selain pengakuan dalam laporan keuangan yang dibandingkan dengan pengakuan dalam laporan keuangan itu sendiri.
Form and Method Disclosure
Management Discussion and Analysis
Sejak tahun 1968, SEC meminta perusahaan untuk memasukkan diskusi dan analisis manajemen dalam laporan tahunan yang akan memberikan gambaran kepada pengguna mengenai kegiatan operasi dan arus kas di masa mendatang. Spesifik informasi yang diminta antara lain: hasil operasi (informasi perubahan harga penjualan, kos, dan volume penjualan); taksiran likuiditas di masa mendatang; modal dan rencana pengeluaran modal; dan prediksi tren, ketidakpastian, dan kejadian di masa mendatang yang memberi dampak material.
Signaling and Management Earnings Forecast
Signaling theory juga berlaku dalam hal penyajian disclosure. Perusahaan yang tidak menyajikan disclosure akan dianggap menyembunyikan kabar buruk sehingga dapat menurunkan harga saham. Begitu juga sebaliknya. Bentuk signaling termasuk dividend an pembelian saham kembali.
SFAS No. 131
SFAS No. 131 meminta pelaporan segmen dengan pendekatan manajemen berdasarkan cara manajemen mengatur segmen dalam sebuah perusahaan untuk mengambil keputusan operasi dan menaksir kinerja. Pertanyaan yang muncul kemudian mengenai pengukuran laba rugi segmen. Rekonsiliasi laba rugi segmen dengan konsolidasi income pada level pusat mungkin telah dilakukan untuk mengkonsolidasikan income sebelum pajak, extraordinary items, discontinued operations, efek kumulatif perubahan prinsip akuntansi atau pengkonsolidasian setelah item- item tersebut dikurangkan. Sampai sejauh mana variasi perbedaan ini akan mempengaruhi daya bandingnya menjadi salah satu isu yang muncul kemudian.
Asset segmen harus dilaporkan. Kewajiban segmen bersifat optional, sedangkan laporan arus kas segmen tidak diminta atau diharuskan. Seperti yang diminta oleh SFAS No. 14, SFAS No. 131 meminta, jika dapat diaplikasikan, informasi segmental berdasarkan geografi dan sebagian besar konsumen dimana terdapat konsumen individu sebesar 10% atau lebih dari pendapatan perusahaan. Fitur baru dari SFAS No. 131 adalah bahwa informasi segmental dalam periode tertentu harus mencakup pendapatan segmen, laba rugi segmen, dan asset yang dimiliki oleh segmen.
SFAS No. 131 ini terbukti sukses. Dapat dilihat dari meningkatnya jumlah perusahaan yang menyajikan pengungkapan setelah mengadopsi SFAS ini. Hal ini tentu saja menciptakan iklim yang baik bagi investor karena mengurangi risiko. Namun di sisi lain, para pengusaha juga khawatir, dengan adanya laporan segmen ini dapat membocorkan rahasia vital perusahaan kepada para kompetitornya. Pertanyaan yang kemudian muncul terhadap SFAS ini adalah mengenai masalah relevansi dan daya banding.
Quarterly Information
SEC meminta perusahaan public untuk mengungkapkan data keuangannya setiap empat bulan sekali (per kuarter). Interim report harus mencakup income statement data dan basic and full diluted EPS numbers. Pertanyaan teoritis mengenai data per kuarter ini adalah apakah ia harus dipandang secara terpisah satu sama lain (discrete view) atau secara satu kesatuan (integral view). APB Opinion No. 28 lebih memilih integral view yang lebih memiliki validitas karena banyak kejadian satu tahun yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, misalnya tariff pajak yang dihitung per tahun.
Small Firm vs Larger Firm
Untuk menyajikan disclosure dibutuhkan biaya yang relative cukup besar bagi sebuah perusahaan kecil. FASB mempertimbangkan implikasi disclosure bagi perusahaan kecil dengan megungkapkan tujuan bahwa disclosure hanya diharuskan apabila relevan dan cost effective. Namun penelitian menunjukkan bahwa disclosure dari perusahaan kecil, seperti informasi mengenai earning, memiliki informasi yang lebih komprehensif bila dibandingkan dengan perusahaan besar. Kemungkinan ini terjadi karena informasi public mengenai perusahaan kecil lebih sedikit bila dibandingkan dengan perusahaan besar. Oleh sebab itu, disclosure perusahaan kecil merupakan salah satu sumber informasi yang diandalkan sehingga harus disajikan secara lengkap dan komprehensif.

Gandum Terbaik

Seorang teman pernah bercerita,
“Mencari pasangan itu seperti berjalan di ladang gandum. Kau hanya boleh berjalan lurus ke depan. No way back. Teruslah melangkah hingga kau merasa menemukan yang terbaik diantara gandum- gandum itu. Selama perjalanan kau boleh berhenti saat melihat gandum yang kau rasa baik. Namun jika kau tak suka, kau boleh berjalan lagi. Melepas gandum tadi untuk mencari yang lebih berkualitas. Tapi ingat, jika didepan kau tak menemukan gandum yang lebih baik, janganlah kau sesali. First rule: No way back, buddy
That’s why pikirkan baik- baik, mantapkan hatimu untuk memilih. Buka mata hatimu agar engkau melihat lebih jelas. Libatkan Dia Yang Maha Tahu dalam setiap langkahmu.
Jangan sampai engkau menyesali pilihanmu, teman.
Terkadang kita memutuskan untuk terus melangkah, berusaha menemukan yang terbaik. Merasa pasangan kita saat ini tidak cukup baik. Kurang tepat untuk mendampingi dan berbagi cerita hingga ujung usia.
Mungkin itu benar, mungkin itu salah.
Permainan kehidupan memiliki aturan sendiri, sama seperti hal lainnya.
Seringkali kita salah niat (terutama kaum hawa nih yang suka dreaming to be a princess). Saat memulai sebuah hubungan, janganlah berharap pasangan kalian akan menjadi “pasangan ideal yang terbaik sedunia”, “perfect match“, “The One”  atau ekspektasi yang super tinggi lainnya. Karena jika itu harapan yang ingin kau capai dalam menjalani sebuah hubungan, maka dengan sangat menyesal saya katakan kau tak kan pernah mendapatkannya.
Pasangan terbaik dalam sebuah hubungan bukan berarti mencari yang paling pengertian, paling pinter, paling kaya, paling sabar, paling cakep, atau paling- paling yang lain.
Kalau memang mencari yang “paling” dalam segala hal, niscaya kau tak kan mendapatkan apapun.
Tak kan kau temukan gandum yang tepat bahkan hingga ke ujung perjalananmu.
Saat kita melihat gandum yang kita anggap baik dalam perjalanan, mungkin kita akan berhenti. Namun setelah kau teliti lebih detil, ternyata gandum itu teksturnya kurang sempurna. Kemudian kau menoleh dan menemukan gandum lain yang terlihat lebih menggoda. Tekstur dan warnanya tampak lebih memikat. Ah, mungkin gandum kedualah yang lebih baik. Kau pun melepas gandum yang telah kau dapat tadi. Peristiwa yang sama terjadi saat kau mendekati gandum kedua. Ternyata ia tak sebaik perkiraanmu. Kau pun memutuskan untuk terus berjalan.
Sayangnya, selama perjalanan peristiwa diatas terjadi berulangkali. Tanpa kau sadari, kau telah mencapai ujung ladang dan kau tetap tidak puas dengan pencarianmu. Termasuklah kau sebagai orang yang merugi.
Anggapan “we are meant to be” terkadang menyesatkan. Tercipta untukku bukan berarti tak perlu ada penyesuaian, tak perlu ada pengertian. Bukan.. bukan itu, kau sungguh telah salah mengartikannya.
Meant to be tak berarti Tuhan telah menciptakan pasangan “sempurna” untuk kita. Bukan berarti Mr. Right itu ada dengan sendirinya di sana. Semuanya butuh usaha, teman.
Kita sendiri lah yang menentukan siapa yang pantas menjadi Mr. Right. Memang benar, Tuhan telah mengatur jodoh kita. Tapi bukan berarti kita dibiarkan tanpa usaha dalam menemukannya.
Sebelum ada yang protes, saya tambahkan, usaha di sini juga bukan berarti para gadis harus mengejar dan ribut mencari Mr. Right– nya. Saya termasuk wanita yang percaya bahwa Mr. Right will come in the right moment.
How will we know??
Nah, disinilah peran usaha tadi. Apabila kita telah berpasangan (baca: pacaran) dan wondering “bener ga sih cowok gue yang sekarang adalah cowok yang ditakdirkan buat gue??”
Coba deh dipikir, sampai kapan pun ga akan ada SK (Surat Keputusan- red) dari langit yang memberitahukan bahwa kita telah bersama orang yang tepat. Itu karena kita sendiri yang berhak menentukan.
Jangan sampai engkau membuang- buang waktumu hanya untuk mencari dan membandingkan. Mana yang terbaik?
Hanya diri kita sendiri (dan pasangan kita) yang bisa menjawabnya.
Bukan dengan membandingkan pasangan kita dengan orang lain yang kita anggap ideal, tak kan pernah ada habisnya. Ideal itu hanya ada dalam wadah idealisme mu yang sempurna. which is, manusia itu tak ada yang sempurna.
Jawablah dengan memberikan komitmen dan pengabdian kepada pasanganmu.
Saat kau tak perlu menjadi orang lain untuk membuatnya merasa nyaman. Kau bahkan tak perlu berusaha, cukup menjadi dirimu sendiri. Maka saat itulah kau menemukan orang yang tepat 🙂
Ada banyak gandum di ladang, ada banyak pilihan dalam kehidupan.
Ini bukan hanya tentang pilihan, tapi juga tentang bagaimana kau bertanggungjawab atas pilihanmu.
Ini tentang bagaimana kau merawat gandum yang tidak sempurna, bukan tentang perbandingan antara gandum yang satu dengan gandum yang lain.

Delta Goodrem: Not Me Not I

You mixed me up for someone
Who’d fall apart without you
Yeah you broke my heart for the first time
But I’ll get over that too
It’s hard to find the reasons
Who can see the rhyme?
I guess that we where seasons out of time
I guess you didn’t know me

If you think love is blind
That I wouldn’t see the flaws between the lines
Surprised that I caught you out
On every single time that you lied
Did you think that every time I see you I would cry
No not me, not I, not I, no not me, not I

The story goes on without you
And there’s got to be another ending
But yeah you broke my heart it won’t be the last time
But I’ll get over them too
As a new door opens we close the ones behind
And if you search your soul I know you’ll find
You never really knew me

If you think love is blind
That I wouldn’t see the flaws between the lines
Surprised that I caught you out
On every single time that you lied
Did you think that every time I see you I would cry
No not me, not I, not I, not I, not I

All you said to me
All you promised me
All the mystery never did believe
No I never cry no I never not me not I

If you think love is blind
That I wouldn’t see the floors between the lines
Surprised that I caught you out
On every single time that you lied
Did you think that every time I see you I would cry No not I, I won’t cry
No not me, not I, not I

Mbuhlah

Rasanya lelah sekali untuk melangkah.
Hanya ingin diam.
Statis.
Jarum jam berhenti berdetak.
Make everything stop, stuck in this moment.
I love it.
Sunyi.
Aku senang.
Dingin.
Hatiku mati.
Hanya ingin sendiri.
Kosong.
Hampa.
Aku suka.
Ingin seperti ini lebih lama.
Mataku menerawang nun jauh.
Tak ada kehidupan di sana.
Mata ini keruh oleh luka.
Aku rapuh karena duka.
Meskipun aku yakin hanya sementara.
Namun aku mati rasa.
Bodoh.
Ya, aku tahu.
Maaf, beri aku waktu untuk mundur sejenak.
I lost in a stupid thing.
I lost, and I feel like a loser.
Maybe I am. (Hatiku menjerit, OF COURSE, I AM NOT!!)
hahahaha
I messed up.
Sorry God, I’m just a human.
I’m just a lil girl lost in a moment.
And I’m so scare, but I don’t show it 🙂

Teori Akuntansi: Conceptual Framework (SFAC 1-7 dan IAI)

SFAC No. 1 Objectives of Financial Reporting by Business Enterprises (1978)
Menekankan pada tujuan pelaporan keuangan perusahaan yaitu untuk menyediakan informasi yang berguna dalam proses pengambilan keputusan bisnis dan ekonomi. Statement ini merupakan turunan dari Trueblood Report dengan beberapa judgment penilaian yang lebih berorientasi pada pengguna.
Statement ini mengakui adanya heterogenitas kelompok pengguna eksternal. Meskipun demikian, statement ini menyatakan bahwa pada umumnya para pengguna eksternal tersebut mementingkan prediksi jumlah, waktu, dan ketidakpastian aliran kas di masa mendatang. Oleh karena itu, tujuan pelaporan keuangan perusahaan didefinisikan secara umum dan tidak menyasar pada kepentingan satu kelompok pengguna saja.
Statement ini berasumsi bahwa pengguna laporan keuangan memiliki kemampuan dalam membaca informasi yang terdapat didalamnya. Selain itu, statement ini juga menyatakan pentingnya stewardship untuk menaksir seberapa baik manajemen melaksanakan tugas dan kewajibannya kepada pemilik dan pihak lain yang berkepentingan. Berikut ini merupakan beberapa judgment penilaian penting yang dibuat melalui laporan:
1.      Manfaat penggunaan informasi lebih besar daripada biaya yang digunakan untuk menyediakan informasi tersebut.
2.      Laporan akuntansi bukan satu- satunya sumber informasi mengenai perusahaan.
3.      Accrual accounting sangat berguna dalam menaksir dan memprediksi earning power dan aliran kas suatu perusahaan.
4.      Informasi yang disediakan harus bermanfaat, tapi pengguna membuat keputusan dan penaksiran mereka sendiri.
Dokumen ini tidak menyatakan statement mana yang harus dipakai dan bagaimana formatnya. Namun dokumen ini menyatakan bahwa pelaporan keuangan harus menyediakan informasi mengenai sumber ekonomi perusahaan, kewajiban, dan ekuitas pemilik.
SFAC No. 2 Qualitative Characteristics of Accounting Information (1980)
Istilah karakteristik kualitatif pernah disebutkan dalam APB Statement 4. Namun yang dibahas di sini merupakan lanjutan dari ASOBAT. Statement No. 2 ini menempatkan kepentingan pengambil keputusan sebagai pusat perhatian. Manfaat informasi haruslah melebihi biaya untuk menyediakannya. Dengan demikian understandability merupakan kualitas penting yang harus dipenuhi, sekaligus menjadi hambatan besar.
Manfaat informasi akuntansi tercermin pada besarnya manfaat yang diperoleh pengguna untuk mengambil keputusan. Dengan demikian, besarnya manfaat informasi akuntansi terkait dengan tujuan prediktif dan akuntabilitas. Biaya langsung informasi terkait dengan kegiatan mengumpulkan, menyiapkan, dan menyebarkan informasi. Selain itu, informasi (misal sesuai segmentasi) yang dipublikasi dapat merugikan perusahaan dalam menghadapi persaingan dalam industry. Sedangkan biaya tidak langsung terkait dengan understandability informasi. Misalnya pengungkapan tambahan seperti yang diatur dalam SFAS No. 33 terbukti tidak atau kurang dimengerti oleh pengguna. Masalah lain yaitu terjadinya overload informasi atau kemampuan individu dan pasar dalam menyerap dan menggunakan informasi.
Biaya informasi, baik langsung maupun tidak, melibatkan konsekuensi ekonomi yang kemudian menimbulkan masalah penilaian (valuation). Oleh karena itu, sebuah usaha diarahkan untuk berkonsentrasi pada karakteristik representational faithfulness.
Relevance
Mampu membuat perbedaan dalam suatu keputusan dengan membantu pengguna untuk memprediksi mengenai outcome dari kejadian masa lalu, sekarang, dan masa depan atau untuk mengkonfirmasi atau mengoreksi ekspektasi. Relevansi memiliki dua aspek penting dan satu aspek tambahan, yaitu:
       Predictive Value
     Kegunaan input untuk melakukan prediksi seperti arus kas atau earning power.
       Feedback Value
     Menekankan pada konfimasi dan koreksi ekspektasi awal dari para pengambil keputusan. Untuk menaksir dimana posisi perusahaan saat ini dan bagaimana manajemen menjalankan fungsinya. Jika dilihat lebih luas, maka feedback value ini juga berhubungan dengan akuntabilitas. Informasi yang disediakan oleh kualitas ini juga mempengaruhi predictive value.
       Timeliness
Merupakan hambatan bagi kedua aspek diatas. Sebuah informasi akan relevan bila disajikan tepat waktu sebelum informasi tersebut kehilangan kapasitasnya untuk mempengaruhi pengambilan keputusan. Sering terjadi trade- off antara timeliness dengan komponen lain relevansi.
Terdapat kemungkinan terjadi konflik antara predictive value dan feedback value. Misalnya dalam kasus akuntansi manfaat dana pension.
Reliability
Tersusun dari tiga bagian yaitu: verifiability, representational faithfulness, dan neutrality.
          Verifiability
Tingkat consensus diantara para pengukur (measurer).
          Representational faithfulness
Pengukuran harus sesuai dengan fenomena yang akan diukur.
          Neutrality
Keyakinan bahwa proses penetapan kebijakan harus lebih ditekankan pada relevansi dan reliabilitas daripada dampak sebuah standar atau peraturan pada kelompok pengguna secara spesifik atau kepentingan perusahaan itu sendiri.
SFAC No. 3 Elements of Financial Statements of Business Enterprises (1980)
Mendefinisikan 10 elemen laporan keuangan yang akan diamandemen oleh SFAC No. 6. Statement No. 3 ini menyebutkan tiga pandangan akuntansi keuangan (revenue-expense, asset-liability, dan nonarticulated) yang dibicarakan lebih lanjut dalam diskusi memorandum. Statement ini tidak menyebutkan secara spesifik tipe konsep capital maintenance yang digunakan maupun masalah pengakuan (realization) dan pengukuran yang disajikan dalam laporan keuangan.
SFAC No. 3 juga mengganti istilah earning menjadi income untuk mengindikasikan comprehensive atau perubahan total dalam net asset yang terjadi selama periode sebagai hasil dari kegiatan operasi perusahaan.
SFAC No. 4 Objectives of Financial Reporting by Nonbusiness Organizations (1980)
Lebih menekankan pada pelaporan keuangan entitas non bisnis yang memiliki karakter sebagai berikut:
1.      Menerima jumlah sumber daya yang signifikan dari penyumbang yang tidak menginginkan imbalan atau proporsi ekonomi atas sumbangan yang diberikan.
2.      Tujuan utama operasinya bukan untuk menyediakan barang dan jasa demi mendapatkan profit.
3.      Tidak ada hak kepemilikan yang dapat dijual, dipindahkan, atau menerima distribusi sisa jika terjadi likuidasi.
SFAC No. 4 juga menyatakan bahwa entitas non bisnis tidak memiliki indicator tunggal atas kinerja entitas seperti pengukuran income pada sector profit oriented.
SFAC No. 5 Recognition and Measurement in Financial Statement of Business Enterprises (1984)
Statement ini berkaitan dengan isu pengakuan dan pengukuran. Pada paragraph 2 disebutkan bahwa kriteria dan pedoman pengakuan yang terdapat pada statement ini umumnya konsisten dengan praktik yang dilakukan saat ini. Perubahan akan dilakukan secara evolusi atau perlahan.
Ruang lingkup statement ini meliputi format dalam menyajikan laporan keuangan. SFAC menyatakan bahwa disclosure (pengungkapan) yang disajikan terpisah dari laporan keuangan akan sama efektifnya bila ia disajikan bersamaan dengan laporan keuangan. Selain itu, statement ini juga menyinggung mengenai earning dan comprehensive income. Salah satu perhatian khusus SFAC adalah format dan penyajian perubahan ekuitas pemilik yang tidak berasal dari transaksi dengan pemilik. Earning akan menggantikan dan berbeda dari comprehensive income dengan mengeluarkan efek kumulatif dalam perubahan prinsip akuntansi pada periode sebelumnya.
SFAC ini juga mengatur mengenai kriteria pengakuan dimana untuk mengakui atau mencatat revenue dan gain, asset yang diterima harus realized or realizable atau revenue tersebut sudah dihasilkan (earned). Sedangkan untuk mengakui biaya dan rugi, asset yang digunakan harus telah digunakan atau asset tersebut tidak memiliki manfaat lagi di masa mendatang. Metode pengakuan biaya termasuk matching revenue, write- off selama periode saat kas dihabiskan atau kewajiban terjadi untuk item biaya dalam jangka waktu yang sangat pendek, atau prosedur sistematik rasional yang lain.
SFAC No. 6 Elements of Financial Statements; A Replacement of FASB Concepts Statement No.3 Also Incorporating an Amendment of FASB Concepts Statement No. 2 (1985)
Merupakan pengganti dari SFAC No. 3 dengan sedikit perubahan pada definisi 10 elemen laporan keuangan sebagai berikut:
1.        Aset adalah probabilitas manfaat ekonomi di masa mendatang yang diperoleh atau dikendalikan oleh entitas tertentu sebagai hasil transaksi atau kejadian masa lalu.
2.        Liabilities (Kewajiban) adalah probabilitas pengorbanan manfaat ekonomi di masa mendatang yang ditimbulkan dari kewajiban entitas tertentu saat ini untuk memindahkan asset atau menyediakan jasa kepada entitas lain di masa mendatang sebagai hasil transaksi atau kejadian masa lalu.
3.        Ekuitas atau net asset adalah residual interest pada asset sebuah entitas yang masih tersisa setelah dikurangi kewajibannya. Di perusahaan bisnis, ekuitas merupakan kepentingan (hak) pemilik. Di entitas non profit yang tidak memiliki kepentingan (hak) kepemilikan seperti pada entitas bisnis, net asset dibagi menjadi tiga kelas berdasarkan ada atau tidaknya donor- imposed restrictions yaitu: permanently restricted, temporarily restricted, dan unrestricted net asset.
4.        Investasi Pemilik adalah kenaikan ekuitas entitas bisnis sebagai hasil dari transfer sesuatu yang berharga ke entitas tertentu (perusahaan) dari entitas lain untuk memperoleh atau meningkatkan ekuitas pemilik di perusahaan tersebut. Pemilik pada umumnya menerima asset sebagai investasi, tapi dapat juga berupa jasa atau kepuasan atau konversi liabilitas (kewajiban) perusahaan.
5.        Distribusi kepada pemilik adalah penurunan ekuita entitas (perusahaan) yang dihasikan dari perpindahan asset, penyewaan jasa, atau pemberian pinjaman dari perusahaan kepada pemilik. Distribusi kepada pemilik akan mengurangi ekuitas pemilik di perusahaan tersebut.
6.        Komprehensif Income adalah perubahan ekuitas entitas bisnis selama satu periode dari transaksi dan kejadian lain dan keadaan yang bersumber bukan dari pemilik. Meliputi seluruh perubahan dalam ekuitas selama satu periode kecuali yang dihasilkan dari investasi dari pemilik dan distribusi kepada pemilik.
7.        Revenues adalah aliran masuk atau kenaikan asset lain pada sebuah entitas atau pelunasan kewajibannya (atau kombinasi dari keduanya) dari mengantarkan atau memproduksi barang, menyewakan jasa, atau aktivitas lain yang menjadi aktivitas operasi utama perusahaan.
8.        Biaya adalah aliran keluar atau pengurangan asset lain atau pengeluaran yang terkait dengan liabilitas (atau kombinasi keduanya) dari mengantarkan, menyewakan jasa, atau melakukan aktivitas lain yang menjadi aktivitas operasi utama perusahaan.
9.        Gain adalah kenaikan ekuitas (net asset) dari peripheral atau transaksi insidental sebuah entitas dan dari seluruh transaksi lain dan kejadian lain dan keadaan yang mempengaruhi entitas kecuali yang berasal dari revenue atau investasi dari pemilik.
10.    Rugi adalah penurunan ekuitas (net asset) yang berasal dari peripheral atau transaksi incidental sebuah entitas dan dari seluruh transaksi lain dan kejadian lain dan keadaan yang mempengaruhi entitas kecuali yang berasal dari revenue atau investasi dari pemilik.
SFAC No. 7 Using Cash Flow Information and Present Value in Accounting Measurement (2000)
Statement No. 7 lebih menekankan pada isu pengukuran spesifik daripada isu konseptual yang lebih luas, karena itu statement ini dapat dilihat sebagai bagian dari Statement No. 5. SFAC No. 7 digunakan pada situasi dimana current market value tidak tersedia sehingga harus menggunakan estimasi aliran kas di masa mendatang.
Present Value Measurement
Poin penting mengenai pengukuran asset adalah pengukuran present value yang digunakan untuk mensimulasi fair value. Discount rate harus meliputi risiko dan ketidakpastian yang merefleksikan pengukuran pasar terhadap nilai asset. Jika asset tertentu memiliki beberapa kemungkinan aliran kas dalam beberapa tahun, maka aliran kas yang diekspektasi harus menentukan probabilitas aliran kas individu tertimbang.
Liability Measurement
Poin penting dalam pengukuran liabilitas adalah discount rate harus diikutkan dalam perhitungan credit standing perusahaan.
Pengukuran asset dan liabilitas sesuai ketentuan SFAC No. 7 dinilai tidak konsisten. Sebuah asset dapat dipandang dan dinilai secara terpisah dari entitas perusahaan, tapi pada saat mengukur liabilitas tidak dapat demikian.
IAI CHAPTER 1
Pada chapter ini, IAI memuat kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan yang merumuskan konsep yang mendasari penyusunan dan penyusunan laporan keuangan bagi para pengguna eksternal. Chapter ini juga mengidentifikasi para pengguna antara lain: investor, karyawan, pemberi jaminan, pemasok dan kreditor usaha lainnya, pelanggan, pemerintah, dan masyarakat. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan bersifat umum. Sedangkan ruang lingkup kerangka ini sendiri meliputi:
Tujuan Laporan Keuangan
Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi. Informasi yang disajikan dengan menggunakan asumsi dasar akrual dan kelangsungan usaha.
Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan
1.      Dapat dipahami
2.      Relevan: dapat membantu pengguna mengevaluasi peristiwa masa lalu, sekarang, maupun masa depan, menegaskan, dan megoreksi hasil evaluasi pengguna masa lalu à prediktif dan konfirmatif.
          Materialitas
3.      Keandalan (reliable)
          Penyajian jujur
          Substantansi mengungguli bentuk
          Netralitas
          Pertimbangan sehat
          Kelengkapan
4.      Dapat dibandingkan
Untuk memenuhi karakteristik relevan dan andal, terdapat beberapa kendala antara lain: tepat waktu, keseimbangan antara biaya dan manfaat, dan keseimbangan di antara karakteristik kualitatif.
UNSUR- UNSUR LAPORAN KEUANGAN
Untuk melihat posisi keuangan:
Aset
Sumberdaya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh oleh perusahaan.
Kewajiban
Utang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumberdaya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi.
Ekuitas
Hak residual atas asset perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban.
Untuk melihat hasil kinerja:
Penghasilan (Income)
Kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan asset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal.
Beban (Expense)
Penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya asset atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal.
PENGAKUAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN
Pengakuan adalah proses pembentukan suatu pos yang memenuhi definisi unsur serta kriteria pengakuan dibawah ini dalam neraca maupun laba rugi.
Pos yang memenuhi definisi suatu unsur harus diakui kalau:
1.      Ada kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang berkaitan dengan pos tersebut akan mengalir dari atau ke dalam perusahaan, dan
2.      Pos tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan modal.
Pengakuan Aset
Aset diakui dalam neraca apabila besar kemungkinan bahwa manfaat ekonominya di masa depan diperoleh perusahaan dan asset tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan modal.
Pengakuan Kewajiban
Kewajiban diakui dalam neraca apabila besar kemungkinan bahwa pengeluaran sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban sekarang dan jumlah yang harus diselesaikan dapat diukur dengan andal.
Pengakuan Penghasilan
Penghasilan diakui dalam laporan laba rugi apabila kenaikan manfaat ekonomi di masa depan yang berkaitan dengan kenaikan asset atau penurunan kewajiban telah terjadi dan dapt diukur dengan andal.
Pengakuan Beban
Beban diakui dalam laporan laba rugi apabila penurunan manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan penurunan asset atau kenaikan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur dengan andal.
PENGUKURAN LAPORAN KEUANGAN
Pengukuran adalah proses penetapan jumlah uang untuk mengakui dan memasukkan setiap unsur laporan dalam neraca dan laporan laba rugi. Proses ini menyangkut pemilihan dasar pengukuran, antara lain sebagai berikut:
1.      Biaya Historis (Historical Cost)
Aset dicatat sebesar pengeluaran kas (atau setara kas) yang dibayar atau sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) yang diberikan untuk memperoleh untuk asset tersebut pada saat perolehan. Kewajiban dicatat sebesar jumlah yang diterima sebaai penukar dari kewajiban (obligation), atau dalam keadaan tertentu (misalnya PPh), dalam jumlah kas (atau setara kas) yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha normal.
2.      Biaya Kini (Current Cost)
Asset dinilai dalam jumlah kas (atau setara kas) yang seharusnya dibayar bila asset yang sama atau setara asset diperoleh sekarang. Kewajiban dinyatakan dalam jumlah kas (atau setara kas) yang tidak didiskontokan yang mungkin akan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban (obligation) sekarang.
3.      Nilai Realisasi (Realizable/ Settlement Cost)
Aset dinyatakan dalam julah kas (atau setara kas) yang diperoleh sekarang dengan menjual asset dalam pelepasan normal. Kewajiban dinyatakan sebesar nilai penyelesaian, yaitu jumlah kas (atau setara kas) yang tidak didiskontokan yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha normal.
4.      Nilai Sekarang (Present Value)
Aset dinyatakan sebesar arus kas masuk bersih di masa depan yang didiskontokan ke nilai sekarang dari pos yang diharapkan dapat memberikan hasil dalam pelaksanaan usaha normal. Kewajiban dinyatakan sebesar arus kas keluar bersih di masa depan yang didiskontokan ke nilai sekarang yang diharapkan akan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban dalam pelaksanaan usaha normal.

Teori Akuntansi: The Economic Development of Financial Reporting Regulation

Pemerintah pusat telah membentuk Securities Exchange Committee (SEC) untuk mengatur dan mengawasi privat sector. Namun timbul pertanyaan cost-benefit dalam pembuatan peraturan serta konsekuensi ekonomi apa yang ditimbulkan dari pengaturan praktik akuntansi. berikut ini merupakan argument bagi yang pro dan kontra terhadap regulasi akuntansi:
1.                  Kasus untuk Pasar tanpa Regulasi Informasi Akuntansi
Beberapa argument yang mendukung pasar yang tidak diregulasi berkaitan dengan insentif bagi sebuah perusahaan untuk melaporkan informasi perusahaan tersebut kepada pemilik dan pasar modal pada umumnya. Teori keagenan menjelaskan bahwa agen yaitu orang yang bekerja untuk mewakili kepentingan orang lain (principal) memiliki tujuan yang tidak sempurna sama dengan principal. Misalnya saja manajer dengan pemilik. Pemilik tertarik untuk memaksimalkan return on inevestment dan menaikkan nilai perusahaan yang dicerminkan melalui harga saham. Sedangkan manajer lebih tertarik untuk memaksimalkan kepentingan ekonomi (misal: kompensasi) dan kebutuhan psikisnya (misal: kebanggaan). Hal ini mendorong pemilik untuk mengontrak manajer sedemikian rupa sehingga terjadi keselarasan antara tujuan keduanya. Dibutuhkan biaya pengawasan terhadap manajemen yang berarti akan mengurangi kompensasi yang diterima oleh manajer. Apabila manajer dapat menghindari konflik dengan pemilik dan memperlihatkan kinerja yang baik melalui laporan keuangannya, maka biaya pengawasan lebih rendah sehingga kompensasi yang diterima manajer pun menjadi lebih banyak.
Teori lain yang mendukung pasar tanpa regulasi adalah signaling theory yang menjelaskan alasan perusahaan memiliki insentif untuk melaporkan secara sukarela kepada pasar modal bahkan tanpa diminta. Hal ini dikarenakan iklim kompetitif untuk memperoleh sumber pendanaan dengan cost of capital yang lebih rendah. Adanya asimetri infomasi, investor berusaha melindungi diri dari ketidakpastian dengan menawarkan harga yang rendah pada perusahaan. Pelaporan keuangan dengan mengungkapkan seluruh informasi akan mengurangi ketidakpastian yang dialami oleh investor sehingga harganya pun naik seiring dengan penurunan tingkat risiko ketidakpastian. Perusahaan yang kinerjanya baik dengan sukarela menyajikan laporan keuangannya yang menunjukkan tingkat likuiditas dan solvabilitas perusahaan. Kegagalan suatu perusahaan untuk menyajikan laporan keuangan akan dianggap sebagai kabar buruk, sehingga seluruh perusahaan yang ingin bersaing dalam memperoleh sumber pendanaan harus mau menyajikan laporan keuangannya dengan mengungkapkan informasi lain yang mendukung.
Beberapa riset dilakukan untuk mendukung teori ini. Salah satunya adalah riset terhadap Statement of Financial Accounting Standard (SFAS) No. 106 mengenai manfaat setelah pension. Pada awal adopsi umumnya dianggap sebagai kabar baik, tapi pada adopsi akhir- akhir ini dianggap sebagai kabar buruk. Dengan menggunakan riset analitik, Frantz berpendapat bahwa semakin banyak alternative akuntansi maka pilihan alternative yang bersifat konservatif dianggap sebagai kabar baik. Sedangkan alternative yang bersifat agresif dan meninggikan laba akan dianggap sebagai kabar buruk. Selain itu, terdapat beberapa bukti empiris bahwa aturan- aturan yang dikeluarkan oleh SEC tidak memperbaiki pelaporan keuangan secara signifikan. Hal itu (disclosure) akan tetap disajikan secara sukarela dalam pasar yang kompetitif tanpa diperlukan aturan.
Kualitas pelaporan menggunakan tiga factor yaitu transparansi, konservatisme, dan penggunaan eksternal audit. Disamping itu terdapat tiga insentif yang memotivasi manajer untuk menyediakan pelaporan keuangan yang berkualitas antara lain leveraging effect, keberadaan beberapa alternative yang digunakan dalam informasi keuangan, dan penerbitan modal ekuitas. Meskipun beberapa penelitian menunjukkan bahwa pelaporan keuangan akan tetap dilakukan tanpa adanya peraturan, perlu diingat bahwa kualitas informasi keuangan secara keseluruhan sangat buruk. Apabila regulasi akuntansi tidak ada, maka akan sulit menentukan tingkat perbaikan yang telah dilakukan.
Argumen terakhir yang mendukung pasar tanpa regulasi adalah adanya asumsi bahwa pihak manapun yang menginginkan informasi mengenai perusahaan dapat memperolehnya. Baik dengan mengadakan perjanjian secara privat dengan perusahaan itu sendiri, pemilik, maupun intermediaries seperti pelaku pasar modal, dsb. Apabila menginginkan informasi yang tidak diumumkan secara gratis, maka pihak tersebut dapat membelinya. Adanya intervensi pasar dengan aturan yang mewajibkan pengungkapan dianggap tidak perlu dan tidak diinginkan.
2.                  Kasus Pasar dengan Regulasi Informasi Akuntansi
Pasar yang diatur dengan regulasi dapat dibenarkan dengan dasar kepentingan public. Ada dua alasan yang umum digunakan untuk mempertahankan regulasi yaitu kemungkinan kegagalan system pasar bebas dan kemungkinan pasar bebas bertentangan dengan tujuan social. Sebagai tambahan, informasi yang disediakan dalam pasar tanpa regulasi tidak memiliki daya banding antara satu perusahaan dengan yang lainnya. Kodifikasi (pembenaran) dari proses pembuatan standar adalah proses tersebut berdasarkan perbaikan revolusioner terhadap standar akuntansi dalam lingkungan yang terbuka dan demokratis.
Kegagalan pasar disini dikarenakan perusahaan melakukan monopoli sebagai satu- satunya sumber informasi atas perusahaan itu sendiri. Regulasi mengijinkan adanya monopoli tapi diatur harganya. Selain itu, akan sangat costly bila individu membeli sendiri- sendiri informasi yang sama. Argumen ini kurang bukti empiris. Pertanyaan yang timbul kemudian adalah siapa yang menanggung biaya penyediaan informasi tersebut? Ada dua pilihan yaitu perusahaan membebankan biaya tersebut kepada konsumennya atau pemilik perusahaan yang menanggungnya. Selain itu, kegagalan pasar juga diakibatkan oleh kegagalan pelaporan keuangan dan audit dalam memberikan kualitas informasi yang baik. Hal ini disebabkan banyaknya alternative yang dapat diambil oleh manajemen dan kelalaian auditor dalam mendeteksi fraud. Dengan adanya peraturan diharapkan dapat mengurangi kedua hal tersebut dan meningkatkan kualitas informasi keuangan agar tidak menyesatkan investor. dengan demikian, investor dapat menentukan alokasi modal untuk investasi yang menguntungkan. Namun dalam pembuatan peraturan juga perlu diperhatikan cost- benefit- nya. Factor terakhir yang menyebabkan kegagalan pasar adalah underproduction terhadap barang public dimana produser kurang termotivasi untuk memenuhi permintaan pasar karena tidak semua orang dapat dikenai biaya untuk produk tersebut. Informasi akuntansi merupakan salah satu barang public yang harus diatur untuk memperbaiki daya banding dan meningkatkan kepercayaan pada pasar sekuritas sehingga menurunkan return on investment yang diminta.
Argument kedua adalah tujuan social yang mengasumsikan bahwa pasar akan berjalan dengan adil apabila seluruh pihak mendapatkan akses yang sama terhadap informasi. Untuk itulah diperlukan adanya regulasi. Selain asimetri informasi, tujuan social yang lain adalah meningkatkan daya banding.
3.                  Konsekuensi Ekonomi atas Kebijakan Akuntansi
Dapat dilihat dengan jelas bahwa proses pembuatan standar merupakan proses politik dimana berbagai macam lembaga melakukan lobby untuk mendapatkan posisi. Pembuat standar seharusnya bersikap netral diantara kelompok yang bersaing sehingga mampu menyediakan informasi yang berkualitas, tapi pada kenyataannya pembuatan standar ini terkadang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak yang lainnya. Kebijakan akuntansi tidak hanya masalah efisiensi ekonomi atau optimalisasi. Namun juga mempengaruhi distribusi pendapatan dan kemakmuran sehingga berpengaruh pada aspek social dan politik.
FASB sangat sensitive mengenai isu cost-benefit. Apakah penerapan standar dengan biaya yang tinggi itu mampu memberikan manfaat yang sepadan atau lebih besar. Untuk itu dilakukan studi mengenai dampak penerapan standar tersebut. Tapi sayangnya studi itu hanya difokuskan pada perusahaan, pemegang saham, dan analis keuangan. Pihak lain seperti kreditor, konsumen, pekerja, dan bahkan pemerintah tidak turut diperhitungkan. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila pelaporan tanggungjawab perusahaan terhadap lingkungan (Corporate Responsibility) tidak mendapat perhatian khusus. FASB memandang masalah cost-benefit terlalu sempit, terutama berfokus pada pasar modal. FASB kurang mempertimbangkan perusahaan kecil yang pasti merasa keberatan untuk menerapkan standar baru yang membutuhkan biaya yang besar. Studi lain memeriksa dampak kebijakan akuntansi dan perubahan harga saham. Pembuatan standar hanya berfokus pada area perusahaan dan pasar saham, serta memiliki aspek total biaya social dan manfaat pelaporan keuangan dan regulasi pelaporan keuangan yang sangat terbatas.
Regulatory Process
Proses pembuatan regulasi merupakan aktivitas politik meskipun dilakukan demi kepentingan public. Namun tidak jelas lagi apa yang dimaksud dengan kepentingan public karena kesejahteraan social sulit untuk diukur. Tidak mengejutkan bila self-interest yang lebih banyak dipakai dengan cara melakukan lobby atau koalisi demi kepentingan pribadi atau kelompok. Hal ini sejalan dengan dua teori regulasi yaitu capture theory dan the life-cycle theory.
Badan yang bertugas untuk membuat standar seharusnya mampu bersikap netral dan apolitical. Proses pembuatan standar yang baik adalah dilakukan secara terbuka dan demokratis dengan melibatkan pihak- pihak terkait yang mungkin terkena dampak dari regulasi tersebut untuk memberikan feedback-nya.
Source: Harry I. Wolk, James L. Dodd, and John J. Royzycki. 2008. Accounting Theory, Conceptual Issues in a Political and Economic Environment 7th Edition. USASage Publication

Teori Akuntansi: Development of The Institutional Structure of Financial Accounting

Sebelum tahun 1930, akuntansi tidak diatur dengan baik di Amerika Serikat sehingga terjadi praktik akuntansi dan pelaporan yang sangat bervariasi antar perusahaan, bahkan dalam satu industri. Hal ini mengurangi kualitas daya banding laporan keuangan sehingga sering menyesatkan dalam proses pengambilan keputusan investasi. Periode perkembangan akuntansi dibagi menjadi tiga, yaitu:
1.      Formative Year (1930 – 1946)
Seiring dengan meningkatnya jumlah investasi warga Amerika setelah Perang Dunia Pertama serta terjadinya market crash pada tahun 1929, muncul pertanyaan apakah akuntansi menyesatkan investor untuk menanamkan modalnya pada investasi yang kurang baik. AICPA mengajukan solusi dual purpose yaitu memberikan edukasi kepada para pengguna mengenai keterbatasan laporan dan mengadakan perbaikan laporan agar lebih informative bagi pengguna. New York Stock Exchange (NYSE) bekerjasama dengan American Institute of Certified Public Accountant (AICPA) membuat draft yang berisi peraturan bahwa perusahaan yang terdaftar di bursa saham bebas memilih dari beberapa alternative praktik akutansi yang terbatas tetapi ia diminta untuk mengungkapkan kebijakan atau peraturan akuntansi yang diadopsinya. Draft ini kemudian menjadi cikal bakal pengembangan GAAP. Pada tahun 1934, dibentuk Securities and Exchange Commission (SEC) oleh kongres yang bertujuan untuk mengatur Securities Act tahun 1993 tentang penerbitan sekuritas dan Securities Act tahun 1994 tentang perdagangan sekuritas. SEC menentukan bentuk dan isi laporan keuangan yang harus dipenuhi seluruh perusahaan yang terdaftar. Pada masa ini, komite khusus yang dibentuk oleh AICPA yaitu Commission on Accounting Procedures (CAP), mendapat pengawasan ketat dari SEC dalam proses pembuatan prosedur akuntansi. SEC mengancam akan mengambilalih wewenang pembuatan standar akuntansi bila CAP tidak menunjukkan kemajuan dalam waktu dekat. Tekanan tersebut membuat CAP memilih untuk menangani masalah akuntansi yang saat itu banyak dihadapi daripada melakukan penelitian deduktif yang akan memakan waktu yang lama. CAP memiliki dua kontribusi penting antara lain penyeragaman laporan keuangan dan sector privat digunakan sebagai sumber pembuatan kebijakan akuntansi. Pengembangan pembuatan aturan akuntansi mulai tersendat dengan dimulainya Perang Dunia ke 2.
2.      Postwar Period (1946 – 1959)
Isu akuntansi dan pelaporan menjadi semakin krusial seiring dengan peningkatan minat masyarakat untuk berinvestasi pada perusahaan public setelah Perang Dunia ke 2. SEC dan financial press meminta AICPA untuk menyeragamkan metode yang dipakai untuk transaksi yang sama. Meskipun CAP telah menerbitkan 18 Accounting Research Bulletin (ARB) dari tahun 1946-1953, CAP gagal memberikan rekomendasi positif tentang GAAP karena tidak adanya teori akuntansi yang mendasari. Terjadi konflik antara SEC dengan CAP mengenai isu penyajian laporan laba rugi. CAP menerbitkan ARB 32 yang menyatakan bahwa extraordinary gain and losses tidak dimasukkan dalam perhitungan net income. Namun SEC melakukan amandemen terhadap regulasi S-X yang bertentangan dengan ARB 32. Akhirnya, disepakati bersama bahwa extraordinary items dicantumkan pada bagian akhir laporan laba rugi. Isu selanjutnya yang menjadi perhatian bagi CAP mengenai perubahan harga. Perdebatan mengarah pada masalah biaya depresiasi yang berdasarkan historical cost dianggap tidak mencerminkan pengurangan nilai asset tetap dengan akurat. Masalah ini ditunda selama beberapa tahun dan CAP mengalihkan perhatiannya kembali pada pengembangan pembuatan standar akuntansi.
Kritikan banyak ditujukan kepada CAP yang dianggap lambat dan tidak mendasarkan pengembangan standar akuntansi dengan metode research yang benar. Selama ini, CAP menggunakan piecemeal method yang mengarah pada isu- isu akuntansi pada saat itu tanpa didasari dengan deductive research yang lebih menekankan pada prinsip- prinsip dan konsep akuntansi yang lebih fundamental. Oleh karena itu, Alvin R. Jenning, Presiden AICPA, mengajukan pendekatan baru dalam proses pengembangan standar akuntansi. Ia meminta komite pengembangan standar akuntansi untuk melakukan research atau study yang mendalam dengan menggunakan pendekatan konseptual dan meninggalkan piecemeal approach yang selama ini dipakai. Sebagai tindakan nyata, AICPA menunjuk komite khusus untuk melaksanakan program research. Komite tersebut memberikan laporan yang menekankan pentingnya pelaksanaan research dalam pengembangan standar akuntansi. Laporan ini menjadi “report of incorporation” untuk Accounting Principles Board (APB) dan Accounting Research Division. Hasil dari proyek divisi riset akan diumumkan dalam bentuk Accounting Research Studies (ARSs).  Selama keberadaannya, CAP berhasil menerbitkan 51 ARB.
3.      Modern Period (1959 – Present)
Pada awalnya, APB mengalami kegagalan, keraguan, serta kritikan dari berbagai pihak. Isu pertama adalah membahas mengenai perlakuan akuntansi terhadap kredit pajak investasi dimana terdapat dua alternative yaitu dengan flow-through method dan deferral method.  APB Opinion no.2 memilih untuk menggunakan deferral method. Namun hal ini mendapat tantangan dari KAP dan SEC. KAP tidak akan menganjurkan kliennya untuk memenuhi APB tersebut, sedangkan SEC mengeluarkan ASR 96 yang memperbolehkan perusahaan yang ingin mendaftar di bursa untuk menggunakan kedua alternative tersebut. Setelah itu, APB mengeluarkan APB Opinion no. 4 yang mendukung ASR 96. Dari hal tersebut dapat kita lihat bahwa APB Opinion tidak memiliki kekuatan yang mengikat, otoritasnya masih diragukan. Akhirnya dewan AICPA mengeluarkan peraturan bagi perusahaan yang tidak mematuhi APB harus mengungkapkannya dan auditor harus mengungkapkan konsekuensi dari tindakan kliennya tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembuatan standar pelaporan belum menggunakan pendekatan dual purpose.
Kontroversi lain muncul dalam pembahasan akuntansi kos dana pension, extraordinary items dan EPS, dan alokasi pajak pendapatan. Dalam periode ini, APB berusaha menggunakan pendekatan dual purpose yang menyebabkan berkurangnya alternative praktik akuntansi dengan menghapuskan keberagaman pilihan dengan ditetapkannya konsep all-inclusive untuk laporan laba rugi serta menetapkan alokasi pajak pendapatan secara komprehensif. Riset pun dilakukan dengan kombinasi antara pendekatan deduktif dan induktif. Melihat berbagai kegagalan yang dialami, komite khusus APB merekomendasikan agar dewan menetapkan tujuan dan keterbatasan laporan keuangan, menentukan prinsip akuntansi yang dapat diterima, serta mendefinisikan GAAP. Rekomendasi ini pun diterima.
Kritik tetap berlanjut atas dua hal yaitu: 1) pengungkapan opini sementara APB terlalu sempit dan lambat dalam proses pembuatan standar, 2) masalah kombinasi bisnis yang ditunjukkan dalam proses pembuatan standar terlalu lama serta terdapat tekanan dari berbagai pihak luar yang dimasukkan dalam proses pembuatan standar dengan tidak tepat. Pada akhirnya, dibentuk dua kelompok study yaitu Wheat dan Trueblood. Laporan dari Wheat memberikan usulan untuk mendirikan Financial Accounting Foundation, Financial Accounting Standard Board (FASB), dan Financial Accounting Standards Advisory Council. Pada 1 Juli 1973, FASB resmi didirikan. Sedangkan laporan dari Trueblood dijadikan sebagai rerangka konsep dalam proses pembuatan standar.
FASB bertugas untuk membuat standar akuntansi keuangan dan pelaporan secara efisien dan lengkap. FASB menciptakan conceptual framework project sebagai usaha menyediakan sebuah konstitusi untuk fungsi pembuatan standar. Prosedur pembuatan standar dimulai dengan identifikasi masalah serta seluruh aspek permasalahannya. Proses tersebut menghasilkan seluruh isu dan solusi yang kemudian disebarkan ke semua pihak yang berkepentingan. FASB menerima feedback dari berbagai pihak, kemudian menerbitkan draft standar dan meminta feedback secara tertulis. Setelah mempertimbangkan berbagai feedback yang diterima, draft tersebut direvisi dengan menerbitkan draft baru (bila perlu) untuk diputuskan oleh dewan. Sebelum ditetapkan menjadi standar, draft tersebut harus disetujui oleh 4-3 mayoritas suara (vote). Proses ini sangat kental dengan unsur politis karena melibatkan berbagai elemen atau lingkungan.
Meskipun FASB dapat dikatakan jauh lebih baik daripada pendahulunya yaitu CAP dan APB, kritik tetap dilontarkan oleh beberapa pihak yang mengatakan bahwa standar yang dibuat FASB terlalu konseptual, tidak dilakukan riset terlebih dahulu, dsb. Sebagai respon terhadap kritikan tersebut, Structure committee of the Board of Trustee of the FAF mengalakukan review terhadap dewan (FASB) yang kemudian menghasilkan beberapa rekomendasi. Selanjutnya terjadi perubahan yang signifikan dengan melibatkan lembaga dan proses standard-setting yang lebih terbuka.
Beberapa organisasi seperti AICPA, SEC, dan GASB (diciptakan oleh FAF) berusaha membatasi kekuasaan FASB sebagai pembuat standar. Pada saat tanggungjawab pembuatan standar dialihkan dari AICPA ke FASB, AICPA membentuk Accounting Standards Executive Committee (AcSEC) untuk merespon memoranda diskusi, pengungkapan draft, memberikan komentar tertulis, dan menyiapkan paper mengenai suatu isu untuk FASB yang dapat menjadi agenda tambahan bagi dewan. AcSEC mengeluarkan dua tipe pronouncement yaitu Statement of Position (SOP) dan Accounting Guides. Tantangan terbesar datang dari GASB yang menyebabkan terjadinya overlap kekuasaan. Entitas tertentu seperti rumah sakit, sekolah dan universitas, serta organisasi pemerintah yang lain harus menggunakan standar dari FASB kecuali bila GASB mengeluarkan standar yang berbeda untuk aktivitas atau program yang sama, maka entitas tersebut harus menggunakan GASB.
FASB sebagai organisasi terpisah yang memiliki staff dan dewan tersendiri dapat bersikap netral daripada pendahulunya. Namun pada bulan Juli 1985, FEI dan Accounting Principles Task Force of Business Roundtable mendesak dimasukkannya wakil dari kalangan bisnis ke dalam jajaran dewan FASB dan trustee FAF. Pada tahun 1990, FAF mengubah peraturan 4-3 vote menjadi 5-2 vote yang dibutuhkan untuk meluluskan suatu standar. Namun pada tahun 2002, FASB kembali pada peraturan semula yaitu 4-3. Disamping itu, SEC semakin berpengaruh terhadap FASB karena berperan sebagai penyedia dana. Isu mengenai independensi FASB yang dinilai menurun akibat terjadinya beberapa skandal akuntansi.
Selain ketidakpuasan berbagai pihak dalam proses pembuatan standar, FASB juga mendapat tekanan akibat investigasi yang dilakukan oleh kongres terhadap profesi audit dan aparat pembuat standar. Laporan pertama mengkritisi mengenai konsentrasi kekuatan delapan KAP terbaik saat itu di badan FASB. Kongres terus mengawasi profesi akuntan public secara ketat dan mengusulkan untuk meningkatkankan tanggungjawab akuntan public dalam pendeteksian fraud dalam pelaporan laporan keuangan.
Skandal Enron menyebabkan terjadinya perubahan besar pada profesi akuntan public. SEC menerbitkan Sarbanes-Oxley Act (SOX) serta mendirikan Public Company Accounting Oversight Board (PCAOB) yang bertugas mengatur sector privat. PCAOB bertanggungjawab mendaftar KAP, mengatur standar audit, menginspeksi perusahaan public yang terdaftar, serta memastikan dipatuhinya SOX. Meskipun PCAOB harus berkonsultasi dengan kalangan professional seperti ASB yang dulunya mengatur standar audit, kewenangan menetapkan standar tetap berada pada PCAOB. Dengan adanya SOX, peer review diganti dengan inspeksi yang dilakukan oleh PCAOB. Lebih jauh lagi, SOX meminta agar FASB mengubah anggarannya terutama dalam hal sumber pendanaan yang  selama ini berasal dari kontribusi sector privat menjadi seperti PCAOB yang didanai dari biaya assessment pada perusahan public dan CPA. Saat ini SEC mengendalikan pendanaan FASB melalui proses anggaran. FASB menjadi lebih condong sebagai lembaga kuasi-pemerintah.
Krisis kepercayaan menjadi masalah yang saat ini dihadapi oleh para akuntan public. Terdapat tekanan besar agar audit berfungsi sebagai pendeteksi adanya fraud. Akuntan public memiliki tanggungjawab melapor kepada SEC apabila manajemen atau dewan komisaris tidak mengambil tindakan yang tepat. Selain itu masih terdapat beberapa kewajiban tambahan seperti apabila auditor gagal memberikan opini yang sesuai sehingga merugikan klien, maka auditor wajib memberikan ganti rugi, dsb.
Sedangkan AICPA sendiri saat ini sudah tidak memiliki otoritas eksklusif sebagai badan pembuat standar karena telah digantikan oleh FASB dan PCAOB. Kolaborasi terbaru antara FASB dan AICPA mengajukan proposal bahwa AICPA berpartisipasi dalam proses pembuatan standar yang terpisah untuk perusahaan privat yang lebih kecil. Proposal ini dianggap berbahaya. Namun AICPA masih memiliki peran penting untuk membatasi apa yang disebut”shopping for accounting principles” yang menyebabkan ketatnya persaingan KAP untuk mendapatkan klien.
Di lain pihak, SEC yang mendapatkan kekuasaan dari pemerintah masih memegang peranan penting dalam pengaturan dan proses pembuatan standar. Peningkatan operasi SEC juga terlihat dengan digunakannya Electronic Data Gathering, Analysis, and Retrieval System (EDGAR) untuk mengisi data financial secara elektronik. Seiring dengan perkembangan jaman, pihaknya juga memanfaatkan jaringan internet.
Saat ini, selain AICPA terdapat setidaknya tiga asosiasi yang berkepentingan dengan proses pembuatan standar di USA antara lain: American Accounting Association (AAA), Financial Executives International (FEI), dan Institue of Management Accountants (IMA).
Source: Harry I. Wolk, James L. Dodd, and John J. Royzycki. 2008. Accounting Theory, Conceptual Issues in a Political and Economic Environment 7th Edition. USASage Publication

Majik: Global Auto Industry Case

Sekitar 50 tahun yang lalu, industry automobile dikatakan sebagai “industry of industries” karena dampaknya yang besar terhadap ekonomi global dan lingkungan. Industry automobile mampu memproduksi 50 juta mobil per tahuun, menyerap jutaan tenaga kerja di seluruh dunia, berperan sebagai konsumen karet terbesar, 25% kaca,  15% baja, penyumbang 20% PDB dunia, dan turut andil dalam menciptakan global warming karena produknya yang menggunakan bahan bakar sangat besar.
Teknologi produksi pun mulai berkembang, dari cara continuously assembly line kemudian mass production yang diimplementasikan pertama kali oleh Ford. teknologi tersebut merupakan usaha perusahaan untuk mencapai struktur kos yang lebih efisien. Kemudian inovasi baru muncul dari Toyota dengan memperkenalkan teknologi lean manufacturing, just in time inventory, dan total quality of management yang mampu meningkatkan efisiensi dan kualitas produk sehingga memberikan competitive advantage yang luar biasa bagi Toyota.
Invasi yang dilakukan oleh beberapa produsen automobile dari Asia berhasil merebut sebagian market share di Amerika, menggeser tiga perusahaan besar yaitu Ford, GM, dan Chrysler (Detroit Three). Pada tahun 1990an, ketiga perusahaan “Detroit Three” mengalami peningkatan permintaan terhadap lights truck terutama SUV sehingga mampu menyelamatkan ketiganya. Namun ketika harga bahan bakar naik, permintaan mulai bergeser dari kendaraan besar menjadi kendaraan kecil (hybrid) yang hemat bahan bakar. Produk tersebut kebanyakan di dominasi oleh produsen seperti Kia (Korea), Subaru (Jepang) dan Hyundai (Korea).
Perkembangan industry automobile di seluruh dunia mengalami penurunan ketika terjadi resesi global pada tahun 2008 yang disebabkan oleh banyaknya mortgage default (kredit perumahan gagal). Automobile merupakan prioritas konsumsi terbesar kedua setelah membeli rumah. Maka ketika terjadi krisis dan pertumbuhan ekonomi negative, hal ini sangat berdampak terhadap penurunan jumlah permintaan automobile secara signifikan. Struktur kos produsen automobile yang memiliki fixed cost sangat besar dan disertai dengan ekspansi, menyebabkan banyak perusahaan automobile mengalami kesulitan yang berujung pada kerugian luar biasa. Seluruh perusahaan besar seperti Ford, Chrysler, GM, Toyota, dll menunjukkan loss dan bahkan ada beberapa yang membutuhkan bantuan dari pemerintah di berbagai dunia untuk tetap bertahan. Meskipun menerima bantuan dari pemerintah, Chrysler tetap mengalami kebangkrutan dan kemudian diambilalih oleh Fiat, Italia.
Perbaikan ekonomi global sudah mulai tampak pada tahun 2009 yang diikuti dengan permulihan permintaan terhadap insutri automobile. Pertumbuhan ekonomi sejak krisis global justru terlihat pada Negara- Negara berkembang seperti China, India, dan Brazil yang mampu bertahan selama krisis global. Pertumbuhan automobile di Negara- Negara tersebut pun sangat menggairahkan mengingat masih rendahnya kepemilikan produk tersebut dan peningkatan daya beli masyarakat seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat.
Industry Trend
The Decline of America’s Big Three
Kejatuhan dari America’s Big Three produser otomotif sudah berjalan beberapa dekade ini. Sembilan puluh persen mobil dan truk terjualn di AS pertengahan 1990-an turun menjadi 75% dan sekarang hanya 44%. Untuk segmen pasar mobil penumpang dengan produser Amerika turun hingga 42 % sedangkan untuk truk ringan masih kuat dan berada pada persentase 70%.
            Banyak perusahaan asing yang memiliki bagian signifikan di pasar Amerak Utara. Jepang memulai investasi di awal 1980-an dan pada tahun 2000, produser asing memiliki kapasitas untuk membangun 3 juta automobiles yang dimulai dari 0 pada th 1981. Hyundai, asal Korea, memiliki pabrik di Amerika Utara pada tahun 2005. Secara keseluruhan, pabrik kepemilikan asing mendekati 30 % dari seluruh produksi kendaraan mobil di AS pada tahun 2008.
            Banyak negara bagian menawarkan insentif bagi investor luar negeri di AS, misalnya insentif pajak. Insentif itu diestimasikan mencapai $1,2 miliar hingga $2 miliar per tahun atau $1000 per kendaraan. Hal ini menyebabkan produksi mobil di AS meningkat bahkan kelebihan kapasitas di pasar hingga 40% (tahun 2008 – 2009). Hasilnya adalah perang harga.
            Naiknya pesaing luar negeri di pasar AS disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya desain yang lebih baik dan bahan bakar yang efisien, kualitas produk yang superior, hingher employee and capacity productivity, dan lower cost yang masih mengacu pada dana pensiun dan health care commitments.
            Kualitas menunjukkan betapa pentingnya dia dalam perubahan pangsa pasar di industri otomotif. J.D. Power and Associates membuat ranking kualitas untuk mobil yang terjual di pasar AS
Brand
Rating
Buick
122
Jaguar
122
Lexus
126
Toyota
129
Honda
159
Ford
165
Industry Average
170
GM
185
Chevrolet
186
Nissan
202
           
Disamping tingkat produktivitasnya, kendaraan Amerika juga kehilangan uangnya pada setiap kendaraan yang dibuatnya di tahun 2007, ketika perusahaan Jepang memperoleh uangnya. Alasan utamanya adalah higher labor cost yang terdiri dari gaji, tunjangan pensiun, dan kewajiban kesehatan bagi karyawan. Konsekuensinya, di th 2007, rata – rata labor cost di produsen AS adalah $75 per jam, sedangkan Toyota-Amerika, hanya $45 per jam. Namun, perusahaan Amerika telah bernegosiasi dengan Union of Auto Workers (UAW) dan mencoba menggeser kewajiban pensiun pada serikat tersebut.
            Dengan begitu, GM dan Chrysler memperoleh keringanan sebesar $17.4 miliar dolar sebagai akibat dari persyaratan perjanjian dengan UAW. Jumlah tersebut didapat dari memotong pembayaran dari pekerja yang absen, pertauran pekerja yang mudah sehingga lebih fleksibel, dan menghilangkan cost of living.
            Pada masa resesi global, Ford merupakan perusahaan auto-mobile yang berada pada posisi yang terbaik. Pada tahun 2006, Ford memiliki kas sebesar $23.5 miliar sebelum resesi dimulai dengan menggadaikan aset dan pabriknya.
Menggeser Beberapa Pola dari Permintaan Pasar Dunia.
Ketika pasar otomotf di AS sedang lesu, pasar otomotif di Eropa dan Jepang sedang berkembang. Di AS terjadi penurunan pasar mulai dari 37% di th 2000 menjadi 25% di th 2008 dan diestimasikan 22% di tahun 2009. Di Cina, baru 17 pengguna kendaraan dari 1000 orang di th 2008. Ini adalah potensi pasar yang luar biasa bagi industri otomotif. Faktanya, pemerintah Cina memberikan subsidi bagi pembelian small fuel-efficient cars. Selain di Cina, terdapat beberapa negara yang menjadi potensi pasar otomotif dunia yaitu Rusia, India, dan Brazil.
            Untuk memenuhi permintaan ini, produsen otomotif luar negeri sudah menginvestasikan secara besar – besaran di pasar tersebut. Misalnya GM yang melakukan Joint Ventur dengan Shanghai Vehicle Industry of Cina (SVIC) yang memproduksi Chevrolet, Buicks, dan Cadillac. Namun, kepemilikannya 51% untuk SVIC sehingga masih diragukan untuk GM menguasai industri di pasar tersebut. SVIC juga memiliki produk tersendiri bernama Brilliance, Geely, dan Cherry automobile dan mencoba menjajal pasar di luar Cina, khususnya Eropa dan AS. Di AS produk ini ditolak karena tidak lolos uji emisi di negara tersebut. Kemudian SVIC membeli beberapa bagian dari GM dan Ford seperti Saab, Volvo, dan Hummer yang merupakan brand ternama dunia dengan teknologi yang modern.
Perubahan-perubahan dalam beroperasi
            Dalam menanggulangi kerugian/menutup kerugian, persuhaan-perusahaan otomotif di Indonesia mencari tambahan cara untuk mengurangi kos pada sistem mereka atau menangkap permintaan yang tersedia. Usaha-usahanya adalah sebagai berikut, misalnya,berusaha untuk mengembangkan produk, menawarkan produk mobil yang lebih luas, bekerja dekat dengan supplier, membangun sistem untuk pemesanan kendaraan /mobil dan memperkenlakan jenis baru dari mobil Heybrid. Secara historis dalam empat tahun terakir dibutuhkan cost sebesar 1 miliar dolar untuk membangun mobil model baru dan mempersiapkan pabrik untuk mempromosikannya. Untuk menutup fix cost perusahaan, perusahaan harus menjual dengan penjualan high-value. Untuk mencapai economies of secale, perusahaan harus mempromosikan pada tingkat full capacity, 240.000 unit per tahun.
Saat ini pasar okomotif sedang naik daun. Model ter-update secara terus menerus tergantung dari keinginan konsumen dan tekanan persaingan, sehingga mengakibatkan siklus hidup model mengecil. Perusahaan okomotif  mencoba untuk menggunakan platform biasa dan bagian dalam mobil dengan ruang yang lebih luas.GM merevolusi filosofi desain produknya.  Dengan men-digitalisasi, sebagianj besar mobil dan peralatannya. GM mampu memotong 50 juta dolar cost desainnya.
Menggunakan platform  yang sama dalam berbagai model menjadi praktek standar indutri. Tujuan desain yang lain adalah untuk mencoba dan mengguanakan bagian-bagian yang sama dari berbagai model mobil dan jika sesuai menggunakan bagian dari model lama di mobil baru. GM memiliki tujuan untuk menggunakan kembali 40% sampai 60% bagian dari 1 generasi mobil berikutnya, yang mampu mengurangi waktu mendesain dan cost perawatan. Sebagai hasil perubahan ini cost dan waktu untuk membawa mobil baru ke pasaran berkurang.
Berkaitan dengan filosofi perubahan desain, perusahaan otomotif merakit ulang/ meningkatkan peralatan pabrik mereka untuk mengurangi cost dan membuatanya mampu memproduksi beberapa model mobil pada satu lini yang sama. Mereka berharap dengan cara yang sama mampu mengurangi break event point pada beberapa model mobil baru. Misalnya, GM berinvestasi pada fleksibel manefacturing technologist yang dapat digunakan untuk memproduksi berbagai macam desain berdasarkan pada kappa platform dari basis lini yang sama. Ford berharap memiliki 75% produksi yang dibuat pada lini perakitan fleksibel, jika sukses maka akan mengurangi cost 2 miliar dollar per tahun.
Untuk membuat kembali pabrik guna mengakomodasi berbagai macam model tidaklah murah. Tahun 2003 GM mengeluarkan dana sebesar 7,3 miliar dollar. Perusahaan juga mengubah manajemen suppliernya.
New technologies
            Saat ini perusahaan mobil sedang gencar-gencarnya berkeksperimen sumber daya alternatif terutama baham bakarnya. Hal ini untuk mengurangi emisi akibat karbondioksida, monoksidan dan netrogen oksidan. Hal ini juga terkait dengan program tiap negara yakni Zero Emission Vehicles. Untuk mencapai ZEV, sebuah mobil harus memiliki sumber tenaga dari listrik yang dapat mengganti bahan bakar minyak. Namun, hal ini dirasa sulit karena belum ada bengkel maupun stasiun pengisian dengan tipe mobil seperti ini. Untuk lebih mudahnya, saaat ini diciptakan mobil Hybrid. Sumber daya mobil ini apabila berjalan lambat menggunakan tenaga listrik, dan apabila berjalan cepat mengguankan tenaga bensin.
            Toyota dengan Prius nya berhasil meyakinkan konsumen dalam teknologi Hybrid. Pada tahun 2004 tercatat 200.000 unit Prius terjual. Namun, bukan hanya Toyota yang mengembangkan teknologi Hybrid, Honda dan Ford ikut serta mengembangkan teknologi ini, bahkan GM menggunakan teknologi lain yaitu baterai Lithium Ion spada produk Chvy Folt nya.


Source: Jones, Gareth. R and Charles W.L. Hill. 2010. Theory of Strategic Managemet with cases 9th International Edition.Canada: Nelson Education  

Majik: Toyota Case

Pendahuluan
Pada awalnya, Toyota Motor Company merupakan bagian dari Toyoda Automatic Loom, sebuah perusahaan keluarga yang bergerak di bidang manufaktur mesin tekstil. Toyota Motor yang dipimpin oleh Kiichiro memproduksi kendaraan bermotor seperti bus, mobil, dan truk dengan sistem produksi craft- based, bukan assembly line. Perusahaan ini mengalami kesulitan karena harus bersaing dengan perusahaan besar dari luar seperti GM dan Ford yang telah membanjiri pasar Jepang. Namun ketika mendekati perang dunia kedua, Pemerintah Jepang mengeluarkan beberapa peraturan antara lain: harus memproduksi minimal 3000 kendaraan per tahun dan 50% sahamnya dipegang oleh orang Jepang. Karena peraturan tersebut, GM dan Ford keluar dari Jepang. Hal ini membuat Kiichiburo yakin bahwa automobile venture (patungan) akan menguntungkan. Toyota membutuhkan modal untuk mendanai fasilitas mass- production. Akhirnya diputuskan untuk memisahkan Toyota dari Toyoda untuk menarik investor. saat terjadi perang dunia kedua, pemerintah Jepang melarang produksi mobil penumpang (passenger car) dan meminta perusahaan hanya memproduksi truk militer.
Evolusi Toyota
Setelah perang dunia kedua, Toyota memposisikan dirinya kembali sebagai manufaktur automobile. Namun Toyota mengalami beberapa masalah, antara lain:
1.      Pasar domestic Jepang terlalu kecil untuk mendukung mass- production untuk mencapai skala ekonomis agar lebih efisien.
2.      Ekonomi Jepang mengalami kesulitan modal untuk mendanai investasi baru.
3.      Lahirnya undang- undang buruh yang diperkenalkan oleh Amerika sehingga menaikkan bargaining power buruh. Hal ini menyebabkan perusahaan sulit untuk melakukan lay- off.
4.      Banyak perusahaan automobile Amerika Utara dan Eropa Barat yang ingin mendirikan pabrik di Jepang.
Pemerintah Jepang merespon poin ke- 4 dengan melarang investasi langsung dari asing dalam industry automobile dan menaikkan tariff impor mobil.
Keterbatasan Mass Production
Saat teknisi handal, Ohno Taiichi, bergabung dengan Toyota, mass- production yang diperkenal oleh Ford menjadi sistem produksi yang dianggap paling efisien karena mampu meraih skala ekonomis sehingga biaya per unit turun. Dalam mass- production, perusahaan memproduksi product line yang terbatas tapi dalam jumlah besar, kemudian disimpan di gudang. Selain itu, proses setup mesin memerlukan waktu sehari atau lebih, pekerja hanya melakukan satu pekerjaan (single- task), dan produk cacat akan diperbaiki di akhir operasi. Inspeksi dan aktivitas non- assembly dilakukan oleh sepesialis. Ohno mengidentifikasi beberapa permasalahan dalam sistem mass- production antara lain:
1.      Proses produksi yang lama menyebabkan menumpuknya inventory sehingga biaya gudang menjadi mahal dan modal akan terikat pada inventory sehingga kurang produktif.
2.      Jika setting mesin yang pertama salah, maka akan menghasilkan banyak produk cacat.
3.      Pekerja assembly- line kurang peduli terhadap kualitas karena ia hanya melakukan single task dan tidak bertanggungjawab atas pengendalian kualitas à inspeksi dilakukan oleh spesialis.
4.      Aktivitas- aktivitas yang dilakukan oleh spesialis sebenarnya dapat dilakukan sendiri oleh pekerja assembly line.
5.      Mass- production tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumen yang menginginkan diferensiasi.
Evolusi Toyota
Tujuan pertama Ohno adalah memproduksi secara ekonomis auto-body parts dalam batch kecil. Terlebih dahulu ia memperbaiki sistem mass- production yang telah ada dengan cara:
1.      Mengurangi waktu setup mesin dari sehari menjadi tiga menit pada tahun 1971 dengan mengurangi jumlah spesialis yang dibutuhkan dan mengeliminasi idle time.
2.      Menciptakan flexible workplace. Pekerja assembly dibentuk menjadi team kerja yang melakukan satu set tugas asslemby dan dipimpin oleh satu orang dari team tersebut. Hal ini terbukti meningkatkan produktivitas pekerja.
3.      Mengurangi jumlah inventory dan meningkatkan kualitas produk. Setiap anggota team diminta untuk menghentikan mesin apabila terdapat produk cacat dan segera memperbaikinya. Kemudian anggota team juga bertanggungjawab untuk mencari asal atau factor yang menyebabkan produk cacat tersebut.
4.      Mengembangkan sistem Kanban. Ohno mengkoordinasi aliran produksi sedemikian rupa untuk meminimumkan jumlah inventory. Salah satu cara yang dilakukan adalah hanya memproduksi sendiri 25% komponen, sisanya dengan mengontrak pihak luar.
Sistem Kanban
Sistem Kanban merupakan cikal bakal dari teknologi Just In Time (JIT) yang berkembang saat ini. Dalam proses produksi yang Toyota lakukan sendiri, komponen part diantar ke bagian assembly line dalam container. Kemudian setiap container yang dikosongkan, dikirim kembali ke bagian manufaktur sebelumnya. Hal tersebut menandakan bahwa komponen part tersebut harus diproduksi lagi. Sistem ini meminimalisasi work in process dengan meningkatkan inventory turnover. Buffer inventory dieliminiasi sehingga menghasilkan produk cacat pada langkah produksi selanjutnya. Proses menemukan penyebab produk cacat yang begitu cepat menyebabkan perusahaan dapat memperbaiki masalah tersebut dan mencegah produk cacat yang lebih banyak lagi. Selain itu, tidak adanya safety nets turut memotivasi pekerja untuk memastikan bahwa masalah telah diperbaiki sesegera mungkin. Penerapan desentralisasi hingga ke pekerja tingkat lebih rendah juga berkontribusi atas respon cepat para pekerja sehingga manajemen atas tidak perlu secara ekstensif mengkoordinasi setiap tahap produksi dari pusat. Namun karena tidak semua komponen diproduksi menggunakan Sistem Kanban, maka efek pada inventory belum terlalu besar.
Mengatur Supplier
Proses produksi komponen memiliki porsi 85% dari keseluruhan proses manufaktur automobile, sedangkan 15% lagi merupakan proses assembly. Perusahaan Amerika seperti Ford dan GM menggunakan pendekatan vertical integration untuk mengamankan supply chain-nya. Kemudian untuk supply komponen- komponen tertentu, mereka mengadakan semacam tender untuk memilih supplier yang menawarkan harga terendah. Namun Toyota memiliki pandangan lain mengenai hal ini. Menurutnya, akan lebih efektif dan efisien apabila membangun hubungan jangka panjang dengan supplier. Dengan demikian, Toyota memiliki kesempatan untuk memperkenalkan Sistem Kanban kepada mereka dan menjalin kerjasama untuk meningkatkan efisien. Strategi Toyota terhadap para supplier– nya memiliki beberapa elemen, antara lain: membagi beberapa in-house supplier- nya menjadi entitas yang quasi-independent (seakan- akan terpisah) dengan memiliki 20-40% sahamnya. Kemudian Toyota merekrut supplier dari luar dengan harapan dapat menjalin hubungan jangka panjang untuk menyediakan komponen- komponen penting. Terkadang Toyota juga turut menanamkan sahamnya di perusahaan tersebut. Para supplier ini kemudian membentuk asosiasi yang terdiri dari first-tier supplier dan second-tier supplier. First-tier supplier bekerja sebagai bagian integral tim pengembangan dari Toyota dan bertanggungjawab atas pembentukan second-tier supplier yang bekerja dibawah arahannya.
Beberapa Akibat
Beberapa akibat dari sistem produksi Toyota adalah sebuah sentakan produktivitas tenaga kerja dan sebuah penurunan pada sejumlah produk cacat. Hal ini terlihat pada tabel 1.
Tabel 1:
Year
General Motors
Ford
Nissan
Toyota
1965
5.0
4.4
4.3
8.0
1970
3.7
4.3
8.8
13.4
1975
4.4
4.0
9.0
15.1
1979
4.5
4.2
11.1
18.4
1980
4.1
3.7
12.2
17.8
1983
4.8
4.7
11.0
15.0
Source: M.A. Cusumano, The Japanese Automotive Industry (Cambridge, Mass: Harvard University Press, 1989), Table 48, 197.
Selain itu, kita juga dapat menilai tentang sistem produksi dari Toyota dengan melihat Tabel 2. Di dalamnya dinyatakan bahwa pabrik Toyota lebih produktif, memproduksi barang cacat jauh dibawah kompetitornya, dan menggunakan inventori yang sedikit.
Tabel 2:
GM Framingham
Toyota Takaoka
Assembly hours per car
31
16
Assembly defects per 100 cars
135
45
Inventory of parts
2 weeks
2 hours
Source: J.P. Womack, D.T. Jones, and D. Ross. The Machines That Changed the World (New York: Macmillan, 1990), Figure 4.2, 83.
Distribusi dan hubungan dengan konsumen
Toyota menggunakan pendekatan yang radikan kepada distributor dan konsumennya. Toyota membuat anak perusahaan bernama Toyota Motor Sales, untuk mengontrol distribusi dan penjualan. Filosofi yang digunakan adalah dealer ”sama dengan partner”.
Bidikan utama dari TMS adalah membawa konsumen untuk ikut mendesain dan masuk ke proses produksi. TMS menanyakan tentang keunggulan suatu mobil di mata konsumen itu seperti apa untuk mengestimasikan model. Informasi dari konsumen langsung dimasukkan dalam proses produksi. Selain itu, TMS juga menanyakan kepada sopir taksi tentang mobil yang baik itu seperti apa. Riset yang dilakukan TMS membawa Toyota kepada pasar internasional yang mulai dibangun tahun 1960-an.
Ekspansi Internasional
Tahun 1960, persaingan Toyota di pasar internasional masih kalah dengan Beetle di West Germany, Austin di British, dll.Toyota mencoba peruntungan di US yang kala itu industri mobil melakukan pelayanan yang buruk. Namun, hasilnya kurang memuaskan. Akibat cc yang kecil di produk Toyota, maka tidak cocok digunakan di highway US. Akhirnya Toyota mencabut investasinya dari US.
            Namun Toyota tidak menyerah. Mereka belajar dari pengalaman tersebut dan secara cepat men-desain ulang produknya. Sebagai hasilnya, tahun 1967 Toyota memiliki kemampuan yang cukup di pasar US, entah itu pada cost, price, dan persaingan di pasar small car.
            Pada tahun 1973, terjadi konflik antara Israel dengan Arab terkait harga minyak. Akhirnya, OPEC mengumumkan kenaikkan harga minyak. Hal ini menyebabkan masyakaratak dunia, terutama masyarakat US untuk beralih ke kendaraan yang lebih irit. Hal ini menguntungkan Toyota, bahkan hingga tahun 1984 saja, kenaikan output Toyota hingga 52.5% dari sebelumnya.
            Kesuksesannya  di US tidak bertahan lama. Kesepakatan antara US dan Eropa untuk memajukan industri lokal mereka menurunkan porsi industri dari Toyota, terutama untuk mngekspor produk.
Transaplat Operation
Untuk mengatasi kesusahan tersebut, Toyota melakukan joint venture dengan General Motors dan membuka New United Motor Manufacturing, Inc. (NUMMI). Tujuan Toyota melakukan hal ini adalah untuk mengetahui kualitas mobil US dengan menggunakan pekerja asal Amerika dan juga termasuk suppliernya. Hal ini juga merupakan pengalaman Toyota untuk melakukan deal dengan Uni Amerika tentang import Amerika. Di dalam NUMMI, terdapat 34 orang sebagai eksekutif dari Toyota, dan 16 dari General Motors.
Sukses dengan NUMMI, pada tahun 1984 Toyota mengumumkan untuk membangun pabrik mobil di Georgetown, Kentucky dan pada tahun 1990, Toyota membangun pabrik Amerikanya di Georgetown juga dan menghasilkan 200,000 kendaraan per tahun. Tahun 2008, Toyota memiliki10 pabrik di US dengan produksi 1,3 juta kendaraan. Pada tahun 1989, Toyota juga membangun pabrik di Inggris dengan kapasitas 200,000 mobil per tahun 1997. Selain itu, Toyota juga membangun pabrik di Perancis da Cina, serta negara – negara lain di Asia Tenggara.
Permasalahn yang dihadapi oleh Toyota adalah supplier dari negara – negara di AS dan Eropa memiliki material dan suku cadang cacat dengan porsi tinggi. Apabila di Jepang, maka suku cadang dan material yang cacat persentasenya lebih kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa pembuatan mobil diluar Jepang lebih mahal dibandingkan dibuat di Jepang.
Namun, apabila Toyota menarik semua pabriknya dari masing – masing negara, maka Toyota tidak bisa bersaing secara internasional dan tidak menerapkan sistem efisiensi dalam bisnis. Oleh karena itu, didirikan Toyota Supplier Support Center untuk memperbaiki kinerja supplier.
Strategi Produk
Tujuan awal Toyota akan produk membidik pada small car/basic transportation end of the automobil market. Awalnya, memang Toyota mengacu pada masyakarat yang berpenghasilan rendah dan pada abad 20 an dimana keadaan ekonomi masyarakat masih relatif rendah. Namun saat ini, menimbang (1) bahwa income masyarakat Jepang dan konsumen lainnya meningkat dan mengakibatkan kemampuan untuk konsumsi lebih besar, dan (2) masyarakat mulai mengubah mindset mereka untuk membutuhkan mobil yang lebih mahal dan nyaman.
Oleh karena itu, Toyota menerbitkan new brand bernaman “Lexus” untuk produk Toyota yang kemewahannya setara dengan BMW, Jaguars, dll. Awalnya, produk ini lambat tumbuh, namun lama- kelamaan bertumbuh dengan baik dan pada tahun 2001 berhasil menjual 200,000 model Lexus di US dan menjadi best-selling luxury brand di negara tersebut.
TOYOTA IN 2000 – 2008
Abad 21 adalah pertumbuhan Toyota yang paling kuat. Tahun 2004, Toyota mengalahkan Ford dan masuk ke peringkat kedua. Perusahaan ini menggulingkan GM pada tahun 2008, dan memiliki pasar sebesar 15% di pasar global pada tahun 2010. Masa ini, Toyota menjadi perusahaan yang menguntungkan. Pada tahun finansiil yang berakhir pada Maret 2008 tercatat $17.5 milyar menjadi net profit dari $183 milyar penjualan. Berdasarkan J.D. Power, Toyota adalah pemimpin yang berkualitas di pasar US tahun 2008. Toyota juga memimpin pasar di Jepang, dibandingkan dengan Honda dan Nissan.
Toyota juga menjadi leader mengenai jumlah jam pengerjaan untuk membentuk 1 unit mobil dibandingkan perusahaan lain di US. Lihat tabel 3.
Tabel 3.
Company
2003
2007
Ford
38.6
33.88
Chryler
37.42
30.37
General Motors
35.2
32.39
Nissan
32.94
32.96
Honda
32.36
31.33
Toyota
30.01
30.37
Note: Includes assembly, stamping, engine, and transmission plants
Source: Oliver Wyman’s Harbour Report, Oliver Wyman, June 2008.
            Kualitas yang tinggi dan besarnya produktivitas membantu Toyota untuk membuat uang yang lebih banyak per mobil dibandingkan pesaing beratnya. Kemampuan Toyota untuk bertahan pada tingkat teratas pada produktivitas dan kualitas peringkat mampu menjadi sifat perusahaan untuk melanjutkan efisiensi dan efektivitas dalam manufacturing operations. Pada tahun 2000, Toyota membangun Construction of Cost Competitiveness for the 21st Century (CCC21). Namun pada pertengahan tahun 2000, tujuan CCC21 dihapus oleh Toyota dengan pertimbangan tidak ada detail yang dilakukan terlau kecil.
            Toyota melanjutkan untuk memperbaiki sistem produksinya yang payah. Dengan mengurangi waktu, Toyota mengurangi sebagian besar kos yang terhubung dengan memproduksi sebuah model yang baru dan pembangunan waktu. Toyota sudah membangun dan menetapkan proses perakitan yang diketahui dengan nama ”Global Body Line” (GBL). Sistem GBL diganti ke Toyota’s Flexible Line (FBL) sejak tahun 1985. Mengacu pada Toyota, GBL sistem memiliki konsekuensi sebagai berikut:
  1. 30 % pengurangan dalam waktu dalam belanja kerangka dan bodi mobil
  2. 70% pengurangan pada waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan perubahan bodi.
  3. 50% memotong kos untuk menambahkan atau mengganti model.
  4. 50% mengurangi investasi untuk men set up untuk model baru.
  5. 50% pengurangan pada assembly-line foot-print.
THE CRISIS 2008 – 2009
Awal 2008, akibat krisis, industri mobil koleps dan penjualan turun sebesar 40 %. Untuk sebuah industri yang memiliki fixed cost yang tinggi, penurunan penjualan merupakan bencana yang mengerikan. Toyota mendapatkan flat-footed dari pengurangann ini. April 2009, penjualan Toyota di US menurun hingga 42 % dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun lalu. Ekspor Toyota dari Jepang terhantam oleh naiknya Yen terhadap Euro dan Dolar AS pada awal 2009.
Fakta lainnya mengatakan bahwa 40% produksi diberhentikan dan ini yang paling besar sejak tahun 1950an. Kemudian Toyota menerbitkan ”Emergency Profit Improvement Comitte” untuk menemukan $1.4 milyar dalam tabungan di 2009. Untuk meningkatkan penjualan di US, Toyota memperkenalkan 0% dana di akhir 2008, namun penjualan tetap dilanjutkan. Kemudian, cara yang lain adalah Toyota mengganti senior managementnya.

Source: Jones, Gareth. R and Charles W.L. Hill. 2010. Theory of Strategic Managemet with cases 9th International Edition.Canada: Nelson Education.

ASP: Ujian Mid Term

        1)      a. Kabupaten Sragen

Visi
Kabupaten memiliki dua visi pembangunan, jangka menengah (2006-2011) yang merupakan penjabaran dari visi jangka panjang (2006-2025)
Visi Kabupaten Sragen Tahun 2006 – 2011 yaitu sragen menjadi kabupaten cerdas.
Sedangkan Visi jangka panjangnya (2006-2025) yaitu terwujudnya Sragen ASRI yang dilandasi oleh kemandirian, kemajuan dan penegakan supremasi hukum didukung oleh SDM berkualitas yang bertumpu pada ilmu pengetahuan dan teknologi, hasil pertanian, industri, pariwisata, perdagangan/jasa, kesehatan berwawasan lingkungan dalam ranka mewujudkan keadilan dan kesejahteraan lahir batin berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Misi
Mewujudkan rakyat yang unggul, produktif, dan sejahtera.
Rencana Strategis
1.      Menciptakan inovasi Kepemerintahan Entrepreneur dengan pelayanan public yang prima.
Implementasi: sistem pemerintahan yang demokratis dengan memberikan ruang public dan mendorong partisipasi masyarakat; pelayanan public yang menggunakan sistem online; pengelolaan daerah sebagai pusat pendapatan;  kerjasama regional, nasional, maupun internasional, dsb.
2.      Membentuk SDM yang unggul dan berdaya saing.
Implementasi: pengadaan mata pelajaran computer dan bahasa Inggris mulai dari tingkat SD; pembangunan sekolah percontohan, sekolah berstandar Internasional, Emercy; mengadakan pelatihan bersertifikasi, dsb.
3.      Menumbuh kembangkan ekonomi rakyat yang berbasis desa.
Implementasi: regulasi yang mendukung iklim investasi seperti layanan online dan birokrasi perijinan yang cepat dan efisien; mengembangkan usaha mikro (UKM); pembangunan infrastruktur yang mendukung pertumbuhan ekonomi (dry port, pasar ternak 24jam), peningkatan daya saing dan kinerja BUMD; dsb.
4.      Memandirikan masyarakat untuk hidup sehat jasmani, rohani dan peduli kelestarian lingkungan.
Implementasi: pelayanan kesehatan yang bermutu bagi seluruh masyarakat Sragen, penyediaan obat esensial dan alat kesehatan dasar di setiap desa; menciptakan Sragen ASRI (Aman Sehat Rapi Indah).
5.      Inovasi pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan kualitas, produktivitas dan efisiensi pembangunan yang berkelanjutan.
Implementasi: pemanfaatan dan pengembangan teknologi seperti penyediaan fasilitas Wi-Fi gratis di lingkungan Pemda dan alun- alun kota; pembangunan technopark sebagai pusat riset dan pelatihan teknologi; dsb.
Untuk mewujudkan rencana- rencana strategis tersebut, pemerintah daerah Sragen menetapkan prioritas program kerja yang akan dilakukan, antara lain:
PRIORITAS PEMBANGUNAN PERTAMA
1.      Pemberantasan kemiskinan.
2.      Peningkatan investasi.
3.      Peningkatan daya saing industry kecil.
4.      Revitalisasi pertanian dalam arti luas.
5.      Pemberdayaan koperasi dan UKM.
6.      Peningkatan pengelolaan BUMD.
7.      Peningkatan Kemampuan ilu pengetahuan dan teknologi.
8.      Perbaikan iklim ketenagakerjaan.
9.      Pengembangan produk unggulan dan andalan daerah.
10.  Pembentukan daerah tujuan wisata yang kompetitif melalui pengembangan kebudayaan daerah.
11.  Pengelolaan keuangan daerah yang berorientasi pada kepentingan dan kebutuhan masyarakat.
PRIORITAS PEMBANGUNAN KEDUA
Pembangunan akses masyarakat terhadap pendidikan yang berkualitas.
PRIORITAS PEMBANGUNAN KETIGA
Peningkatan akses masyarakat terhadap kesehatan yang berkualitas.
b.
Pusat Pertanggungjawaban
Contoh
Alasan
Pusat Biaya
Kantor Perpustakaan Daerah;
Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga;
Badan KB, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak;
Dinas Tenaga Kerja dan Sosial.
Instansi- instansi tersebut bersifat sosial, tidak bertujuan sebagai sumber pendapatan. Biasanya tidak memiliki pendapatan rutin. Oleh karena itu hanya bertanggungjawab terhadap biaya yang dilekuarkan.
Pusat Pendapatan
Dinas Pasar Sleman;
Promosi Papua;
Dinas Pendapatan Jambi.
Instansi- instansi tersebut ditekankan untuk memperoleh pendapatan sehingga mereka hanya bertanggungjawab terhadap pendapatan yang diperoleh.
Pusat Laba
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Monjali, Keteb); Bandara Adi Sucipto;
PDAM Tirta Dharma;
BPR Bank Sleman.
Instansi- instansi tersebut melakukan belanja untuk mendapatkan pendapatan secara rutin. Dengan demikian, mereka bertanggungjawab terhadap belanja dan pendapatan di instansi tersebut.
Pusat Investasi
Biro Keuangan dan Aset;
Laboratorium Kesehatan Sukabumi;
Kantor Penanaman, Penguatan, dan Penyertaan Modal.
Instansi- instansi tersebut memiliki sumber pendapatan rutin serta melakukan investasi. Oleh karena itu bertanggungjawab terhadap biaya, pendapatan terkait dengan investasi yang dilakukan.
c.            Pusat pertanggungjawaban merupakan basis perencanaan, pengendalian, dan penilaian kinerja dimana anggaran merupakan salah satu alat dalam melaksanakan ketiga fungsi tersebut. Setiap pusat pertanggungjawaban merencanakan aktivitas atau program yang akan dilakukan selama satu periode, kemudian dicantumkan pada anggaran dalam ukuran moneter. Dengan demikian, alokasi sumber daya akan lebih efektif, efisien, dan sesuai dengan skala prioritas pemerintah.
Realisasi anggaran dievalusi secara periodic, misalnya per triwulan. Bila terjadi variance (favorable/ unfavorable) maka ditelusur penyebabnya. Pada tahap ini anggaran digunakan sebagai alat pengendalian. Selain itu, manajer memerlukan informasi mengenai biaya yang dapat dikendalikan (controllable) dan biaya yang tidak dapat dikendalikan (uncontrollable). Untuk yang controllable pengendaliannya dengan menerapkan standar biaya yang tepat, sedangkan untuk uncontrollable dapat dilakukan dengan menerapkan perencananaan anggaran yang ketat (hard budget).
Kemudian pada akhir periode, dilakukan penilaian kinerja. Biasanya dengan membandingkan antara realisasi dengan anggaran yang telah dibuat. Penilaian kinerja manajer pusat pertanggungjawaban sesuai dengan kewenangan dan tanggungjawab yang diberikan. Misalnya pusat investasi, maka manajer memiliki kewenangan untuk melakukan investasi, tapi juga harus bertanggungjawab atas belanja dan pendapatan unit kerja yang dipimpinnya terkait dengan jumlah investasi yang ia tanamkan.
d.           Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 3 Tahun 2003 tentang kebijakan dan strategi nasional terkait dengan pengembangan e-government memiliki pengaruh yang besar dalam sistem pengendalian sector public di Indonesia. Inpres tersebut mendorong instansi- instansi sector public untuk memiliki website yang memuat aktivitas atau program yang mereka lakukan, termasuk keterbukaan dalam hal keuangan, seperti anggaran. Dengan demikian, sistem pengendalian bukan hanya dilakukan secara internal, tapi juga diawasi oleh masyarakat luas yang dengan mudah dapat mengakses informasi yang dibutuhkan, mendapatkan pelayanan yang lebih efektif dan efisien, serta turut berpartisipasi atau memberikan feed back bagi perbaikan kinerja pemerintah . Hal ini terkait dengan tuntutan praktik sector public yang transparan, bersih, dan accountable kepada public.
e.           Maksud e-government adalah agar pemerintah pusat dan daerah mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi untuk mengolah data, mengelola informasi, menata sistem manajemen dan melaksanakan proses kerja, dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kepada public secara efektif dan efisien. Dengan demikian, masyarakat di seluruh Indonesia dapat mengakses informasi dengan mudah dan murah.
Dalam pengembangannya, e-government diarahkan untuk mencapai tujuan antara lain: mengembangkan jaringan informasi yang memungkinkan masyarakat di seluruh Indonesia mendapatkan pelayanan setiap saat dengan cepat dan murah. Tujuan berikutnya yaitu membentuk jaringan interaktif dengan pihak swasta untuk mendorong pertumbuhan dan daya saing ekonomi Indonesia. Mengintegrasikan hubungan antar lembaga pemerintah secara efisien dan memberikan ruang bagi public untuk turut berpartisipasi dalam merumuskan kebijakan public. Tujuan terakhir yaitu menciptakan sistem manajemen dan proses kerja yang transparan dan efisien sehingga dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
2)      a. Definisi Investasi menurut PP No. 58 Tahun 2005
       Investasi adalah penggunaan aset untuk memperoleh manfaat ekonomis seperti bunga, dividen, royalti, manfaat sosial dan/ atau manfaat lainnya sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.
Analisis Definisi
       Dilihat dari contoh manfaat yang didapatkan, investasi sector public dapat dilakukan melalui pasar modal (pembelian saham & obligasi), pendaftaran HAKi, maupun melalui pembangunan infrastruktur yang dapat memberikan manfaat di masa mendatang dengan tujuan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Kelemahan definisi tersebut adalah bahwa pemerintah daerah tidak familiar dengan instrumen pasar modal. Mereka terkadang masih rancu dengan belanja modal sehingga belum banyak melakukan investasi. Hal ini dapat dilihat dari APBD (Pembiayaan) yang bahkan ada yang jumlahnya 0 (Kab. Sleman 2008). Seringkali belanja modal (misal: beli tanah) dianggap sebagai investasi yang kebih menguntungkan dan aman (konservatif) daripada investasi dalam bentuk lain. Padahal keduanya sangat berbeda.
Kelemahan lain adalah definisi tersebut tidak menyebutkan ruang lingkup investasi. Seperti cakupan wilayahnya: regional, nasional, atau boleh internasional (untuk investasi riil, bukan pasar modal), jangka waktu, dan sumber pendanaan (pemda sendiri atau joint venture? Bolehkah dengan menggunakan utang?). Investasi membutuhkan pendanaan yang besar, terkadang tidak cukup hanya dengan mengandalkan asset dan kurang efisien juga.
b. Definisi Belanja Modal menurut PP No. 58 Tahun 2005
       Belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/ pengadaan aset tetap dan aset lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, buku perpustakaan, dan hewan.
Analisis Definisi
Istilah belanja modal seringkali diartikan sebagai investasi karena mindset masyarakat pada umumnya masih menganggap investasi itu selalu jangka panjang (lebih dari 1 tahun), memerlukan dana yang besar, dan biasanya berupa pembangunan infrastruktur seperti jalan, bendungan, dsb.
Untuk mengklarifikasi kesalahpahaman ini, harus ditekankan bahwa investasi bertujuan untuk mendapatkan manfaat di masa mendatang, baik dari secara finansial maupun sosial. Sedangkan belanja modal lebih ditekankan untuk memenuhi kebutuhan atau meningkatkan pelayanan public tanpa disertai tujuan mendapatkan manfaat finansial di masa mendatang. Investasi itu sendiri tidak selalu berupa pembangunan, seperti yang telah dijelaskan di atas.
3)      a. SiLPA menurut PP 58 Tahun 2005 adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran. SiLPA tahun anggaran sebelumnya mencakup sisa dana untuk mendanai kegiatan lanjutan, uang Pihak Ketiga yang belum diselesaikan, dan pelampauan target pendapatan daerah.
Perhitungan SiLPA
 Anggaran
 Realisasi
 Pendapatan
         884,336,182,392.00
     946,476,028,092.43
 Belanja
   (1,050,868,430,555.06)
   (906,618,990,410.50)
 Pembiayaan
         166,532,248,163.06
     174,050,720,229.66
 SiLPA
     213,907,757,911.59
Sumber: Realisasi APBD Kabupaten Sleman 2008
Dari beberapa APBD yang saya lihat, SiLPA merupakan sumber utama penerimaan pembiayaan. Tingginya SiLPA menunjukkan bahwa belum semua anggaran direalisasikan. Jumlah SiLPA yang masih tinggi ini mengindikasikan beberapa hal antara lain:
·         Adanya kemungkinan adanya pendapatan daerah yang semu. Dengan demikian, pendapatan akan terlihat lebih besar daripada kenyataannyaà anggaran mengalami surplus.
·         Daya serap APBD masih rendah. Kemungkinan terdapat program Pemda yang belum dilaksanakan.
·         Manajemen keuangan Pemda masih belum memuaskan sehingga masih jauh dari pencapaian tujuan ideal Pemda.
b.           Rendahnya daya serap anggaran di daerah dapat disebabkan oleh  beberapa factor. Salah satunya adalah proses pembuatan dan pengesahan anggaran yang memakan waktu lama sehingga waktu pelaksanaannya terbatas. Hal ini menyebabkan kurangnya pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan program karena Pemda lebih mengejar target waktu penyelesaian. Kelemahan dalam proses perencanaan juga dikarenakan pemerintah daerah kurang cakap dalam membuat program yang dapat diselesaikan dalam satu periode anggaran (1 tahun). Oleh karena itu, pelaksanaan program tidak dapat berjalan secara optimal yang berujung pada penurunan kualitas. Misalnya saja pembangunan fisik.
              Factor lain adalah kemungkinan adanya kesengajaan dari Pemda untuk tidak menghabiskan anggaran tahun ini. Dengan demikian akan terdapat SiLPA yang tinggi. SiLPA ini kemudian disimpan di bank sehingga Pemda akan mencatat bunga bank sebagai pendapatan lain- lain. Pada akhirnya, pendapatan daerah akan terlihat lebih tinggi dan kinerjanya dinilai baik.
c.    Sampel:
Pemerintah Daerah
SiLPA
Kabupaten Sleman (2008)
Rp 213.907.757.911,59
Kota Yogyakarta (2008)
Rp 143.597.315.073,54
Kota Sukabumi (2009)
Rp 11.500.000.000
Analisis
Melalui data di atas, dapat kita lihat tingginya nilai SiLPA di ketiga kabupaten atau kota tersebut. Oleh karena itu, SiLPA merupakan salah satu sumber utama penerimaan pembiayaan daerah. Hal ini mengindikasikan daya serap pemerintah daerah yang masih rendah serta adanya kecenderungan pemerintah daerah mengandalkan SiLPA sebagai sumber penerimaan pembiayaan.
4)      a.      Pada jaman orde baru, pemerintah menggunakan anggaran berimbang dalam menetapkan APBN. Namun sejak tahun 2000, pemerintah mengganti kebijakan tersebut menjadi anggaran deficit untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang anjlok karena krisis ekonomi tahun 1998. Dengan demikian, pemerintah membutuhkan sumber pendanaan baik dari internal maupun eksternal untuk menutup deficit anggaran. Pendanaan dari internal dilakukan dengan cara privatisasi BUMN dan penjualan asset Negara. Sedangkan pendanaan eksternal dengan utang luar negeri.
Privatisasi BUMN dilakukan dengan tujuan memperoleh dana untuk menutup deficit anggaran. Selain itu, tindakan privatisasi juga bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan performa BUMN. Apabila laba yang dihasilkan BUMN meningkat, maka pajak yang dibayarkan pun akan bertambah. Kedua hal tersebut dapat menambah sumber pendanaan yang dibutuhkan oleh pemerintah.
b.     Terdapat beberapa BUMN yang mengalami privatisasi, salah satunya adalah Indosat yang melakukan IPO pada tahun 1994. Pemerintah menjual sebanyak 10% sahamnya ke pihak swasta. Alasan privatisasi pada waktu itu adalah untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah BUMN.
Kasus privatisasi Indosat yang memicu kontroversi terjadi pada tahun 2002 dimana 41,94 % saham Indosat dibeli oleh perusahaan swasta asing (SingTel) yang merupakan anak perusahaan dari Temasek, milik pemerintah Singapura. Privatisasi kali ini dilatarbelakangi adanya kebijakan deficit anggaran sehingga pemerintah memerlukan dana dalam jumlah yang besar. Alasan lain yaitu industry yang digeluti oleh Indosat dianggap sebagai sunset industry (industri yang sudah tidak menarik lagi). Kontroversi terjadi karena privatisasi Indosat kali ini sama saja dengan memindahkan kepemilikan Indosat sebagai BUMN ke Negara lain. Selain itu, privatisasi ini sebenarnya melanggar UUD pasal 33 ayat 2 yang menyebutkan bahwa cabang produksi penting yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Selanjutnya dikuatkan oleh Pasal 6 ayat (1) huruf (c) UU No 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal sebagaimana diubah dengan UU No.11 Tahun 1970. Berdasarkan pasal ini, salah satu bidang usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak adalah telekomunikasi, karena itu harus dikuasai Negara dan tertutup bagi PMA secara penuh. Kemudian pada tahun 2003, Indosat merger dengan Satelindo.
Dilakukannya privatisasi Indosat menyebabkan industry telekomunikasi secara tidak langsung dikuasai oleh Singapura yang juga memililiki saham di Telkomsel. Hal ini dapat menghambat iklim persaingan dengan struktur pasar yang oligopoly dimana kedua perusahaan dominan dikuasai oleh satu pihak. Namun ternyata sekarang muncul perusahaan- perusahaan telekomunikasi lain yang turut bersaing sehingga mampu menciptakan iklim yang kompetitif.
c. Perbandingan Praktik Privatisasi
Indonesia
China
Malaysia
Dijual kepada siapapun, kebanyakan pihak asing.
Hanya dijual kepada rakyat China.
Dijual kepada siapapun, kebanyakan pihak asing.
Alasan: Meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan nilai tambah BUMN
Hanya memprivatisasi BUMN kecil
Karena adanya krisis ekonomi maka privatisasi lebih diutamakan untuk memenuhi kebutuhan keuangan Negara.
Sebelum privatisasi, melakukan restrukturisasi
Metode privatisasi beragam, paling banyak penjualan ekuitas dan penjualan aset
Strategi utama: divestasi (pengalihan asset pemerintah yang terdapat pada BUMN ke pihak lain).
Strategi non divestasi dilakukan dengan restrukturisasi à pembentukan holding company dan merger/ akuisisi antar BUMN.
BUMN yang kinerjanya buruk, dilakukan pelepasan pelepasan asset produktif menjadi entitas tersendiri yang terpisah dari induknya. Perusahaan baru ini kemudian melakukan IPO untuk mendapatkan tambahan modal.
Alasan Privatisasi:
Dilakukan karena buruknya kinerja BUMN, untuk mengurangi beban ekonomi dan keuangan pemerintah, merangsang pertumbuhan ekonomi, mengurangi jumlah dan ukuran BUMN, meningkatkan kinerja dan efisiensi BUMN.
Metode: penjualan saham melalui pasar modal, langsung ke investor, atau kepada manejemen atau karyawan.
Minimal PHK dengan program penjatahan saham kepada pekerja dan manajer.
Konsekuensi: meningkatnya biaya pelayanan dan biaya hidup.
Menurunnya lapangan kerja dan upah.
Manfaat: Berkurangnya beban administrasi pemerintah
Manfaat: terjadi pertumbuhan ekonomi yang dinikmati internal China.
Manfaat: peningkatan kualitas pelayanan public dan pendapatan pemerintah.
5)      a. Good governance menjadi salah satu isu yang banyak diadopsi oleh berbagai lembaga dan organisasi di seluruh dunia, termasuk sector public di Indonesia. Meningkatnya tuntutan masyarakat akan transparansi, akuntabilitas, dan praktik tata kelola pemerintahan yang bebas KKN mendorong pemerintah, baik pusat maupun daerah berlomba- lomba menerapkan prinsip- prinsip good governance. Di Indonesia sendiri terdapat beberapa hal yang dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka mewujudkan good governance, antara lain:
·         Reformasi birokrasi aparatur Negara: peran pemerintah tidak lagi dominan sebagai penyelenggara pemerintahan, tapi lebih sebagai penyelenggaraan dan pengelolaan pemerintahan serta sumber daya secara demokratis.
·         Reformasi kepegawaian berdasarkan basis kinerja dan kompetensi, meliputi sistem perekrutan, penggajian, evaluasi kinerja, dan pengawasan terhadap etika para PNS.
·         Reformasi kelembagaan: struktur organisasi yang ramping yang multifungsi sehingga lebih efektif dan efisien.
·         Pemanfaatan dan pengembangan e- government didorong dengan Inpres No. 3 Tahun 2003 dan adanya award bagi daerah yang dengan e-government terbaik.
·         Reformasi dengan menekankan pemberantasan korupsi (pembentukan KPK), keuangan (reformasi anggaran menggunakan analisis beban kerja), pembangunan daerah (perekonomian à UMKM), pemberantasan pungutan liar, pemalsuan dokumen, dll.
·         Pelayanan public yang lebih transparan, cepat, efisien dengan menetapkan standar pelayanan minimal, serta sistem dan prosedur yang jelas.
·         Pendampingan atau jasa konsultasi oleh BPKP (juga terdapat di daerah –daerah) dalam mengimplementasikan prinsip good governance.
Meskipun demikian, penerapan good governance terutama di tingkat daerah masih memerlukan pengawasan dan koordinasi dari pemerintah pusat. Kelemahan dan tantangan yang dihadapi antara lain
·         Masih suburnya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)
·         Kebijakan pemerintah yang tidak jelas dan kurang konsisten. Setiap pergantian pemerintah maka kebijakan pun berganti. Selain itu juga terlalu banyak ditunggangi oleh kepentingan politik.
·         Penempatan personil tidak sesuai dengan kemampuannya.
·         Penegakan hukum yang masih condong kepada kaum penguasa atau para pengusaha kaya.
·         Masih terjadi inefisiensi anggaran dan tindakan indisipliner.
·         Legislatif yang kurang berorientasi pada kepentingan rakyat. Sedangkan pengendalian masyarakat terhadap kekuasaan legislatif sangat lemah. Misal: kebijakan studi banding ke luar negeri.
b.    Kabupaten Sragen seperti yang disebutkan dalam Agenda Strategis Reformasi Birokrasi Menuju Good Governance di website Sekretariat Negara Republik Indonesia (www.setneg.go.id) termasuk dalam kategori best practices.
Analisis berdasarkan karakteristik good governance menurut UNDP:
·         Partisipasi: Pemda Sragen mendorong partisipasi masyarakat dengan menyediakan ruang public, misalnya comment dalam website, atau adanya kotak kritik & saran. Selain itu, Pemda Sragen mengajak masyarakat untuk bekerjasama dalam pembangunan ekonomi daerah tersebut. Misalnya dengan menawarkan kerjasama investasi (joint venture) untuk pembangunan fasilitas public (pasar, dry port, dll)
·         Penegakan Hukum: penegakan peraturan hukum tanpa pandang bulu dimulai dari hal kecil, misalnya tata tertib lalu lintas yang mewajibkan pemakaian helm standar, pemasangan 2 kaca spion, dan lampu motor harus dinyalakan walaupun pada siang hari.
·         Transparansi: Pemda Sragen hanya mem- publish rincian analisis investasi, tapi APBD- nya tidak.
·         Daya Tanggap: pelayanan yang cepat dan efisien. Pemda Sragen termasuk cepat dalam birokrasi perijinan usaha, pembuatan dokumen catatan sipil (KTP, SIM, KK).
·         Orientasi Konsensus: dapat dilihat dari investasi yang dilakukan oleh Pemda Sragen seperti pembangunan pasar ternak (burung) 24 jam, dry port, dan techno park yang berfungsi sebagai pusat training dan pendidikan teknologi bagi masyarakat sekitar.
·         Kesetaraan: setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk turut menikmati layanan public yang diselenggarakan oleh Pemda Sragen.
·         Akuntabilitas: dalam realitanya kurangà APBD tidak dipublish.
·         Efektivitas dan Efisiensi: Pemda Sragen mengembangkan e-government nya dengan baik, sehingga masing- masing unit kerja lebih terintegrasi à pelayanan lebih efisien.
·         Visi yang Strategis
Visi Sragen (2006-2011): Sragen menjadi Kabupaten yang Cerdas yang merupakan penjabaran dari Visi Sragen (2006-2025) yaitu:
“Terwujudnya Sragen ASRI yang dilandasi oleh kemandirian, kemajuan dan penegakan supremasi hukum didukung oleh SDM berkualitas yang bertumpu pada ilmu pengetahuan dan teknologi, hasil pertanian, industri, pariwisata, perdagangan/jasa, kesehatan berwawasan lingkungan dalam ranka mewujudkan keadilan dan kesejahteraan lahir batin berdasarkan Pancasila dan UUD 1945”
Visi tersebut diimplementasikan dengan pembangunan Technopark untuk memfasilitasi pelatihan soft skill masyarakat dan pemberian beasiswa kepada mahasiswa yang berprestasi atau kurang mampu.
c.      Pengimplementasian good governance menuntut adanya transparansi, akuntabilitas, dan kegiatan pemerintah yang berpijak pada value for money (ekonomi, efektif, dan efisien). Berbagai tuntutan tersebut tidak akan mampu dipenuhi tanpa adanya reformasi akuntansi sector public. Dilihat dari segi akuntabilitas, akuntansi sector public berperan untuk menyiapkan informasi keuangan yang dapat dijadikan sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah (eksekutif) kepada: secara vertical (ke legislative) maupun horizontal (ke publik). Melalui laporan tersebut dapat dilihat proses pelaksanaan program pemerintah serta dapat dilakukan penilaian kinerja pemerintah dalam mengambil kebijakan alokasi sumber daya.
Untuk memenuhi aspek transparansi, maka pemerintah harus mempublish APBN atau APBD yang telah diaudit agar diketahui oleh public. Kemudian disediakan pula ruang public yang memungkinkan masyarakat untuk memberikan feed back. Sedangkan dari segi penerapan value for money, informasi yang disediakan oleh akuntansi sector public merupakan sumber utama dalam menentukan alokasi sumber daya public yang terbatas sesuai dengan prioritas pemerintah. Informasi tersebut merupakan alat pengendalian keuangan untuk menggunakan sumber daya secara efisien dengan adanya standar biaya, evaluasi kinerja (pembandingan realisasi dan anggaran), sumber informasi analisis keuangan, dsb. Selain itu, informasi akuntansi public juga dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi dengan mengkauntifikasikan keseluruhan dari masing- masing unit kerja atau fungsi ke dalam satuan moneter. Melalui pengintegrasian tersebut, kita dapat mengetahui apakah kebijakan yang diambil dalam satu organisasi public sudah efektif dan sesuai dengan tujuan organisasi. Dengan demikian, apabila terjadi penyimpangan, dapat segera diketahui.
6)      a.      Belanja modal pembangunan jalan, irigasi, dan jaringan Pemerintah Privinsi Jakarta
Input                       :Rp 770.528.319.717
Output                    :Terlaksananya pembangunan jalan raya.
Outcome                 :Lalu lintas lancar dan bebas macet, irigasi lancar.
Dampak                  :NJOP tanah sekitar lokasi pembangunan naik, PBB naik..

b.     Belanja Modal yang Gagal: Proyek Pantai Publik Marunda, Cilincing, Jakarta Utara.
Proyek rekreasi pantai public yang menelan anggaran sebesar Rp 3 miliar ini belum selesai juga selama dua periode pemerintahan. Bahkan ada wacana untuk membangun pelabuhan barang internasional di kawasan pantai tersebut. Kegagalan ini dikarenakan pantai Publik Marunda tidak terawatt. Selain itu, pemda Jakut juga kurang dalam hal perencanaan dan tidak melakukan analisis terpadu meliputi dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan misal dengan kajian Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Belanja Modal yang Berhasil: Terminal Giwangan, Sleman, Yogyakarta.
Proyek pembuatan terminal bi stipe A terbesar di Indonesia ini dapat dikatakan berhasil karena mampu menjalankan fungsinya dengan baik sesuai dengan output yang diinginkan oleh pemerintah dan masyarakat. Keberhasilan ini terjadi karena adanya analisis terpadu mengenai dampak sosial (meningkatkan pelayanan masyarakat dalam hal transportasi), ekonomi (membuka lapangan usaha), dan lingkungan. Pembangunan terminal dilakukan didaerah yang agak jauh dari kota sehingga daerah yang tadinya kurang ramai, menjadi lebih maju.
c. “Indonesia saat ini menggunakan anggaran berbasis kinerja tetapi tidak menghilangkan pendekatan incremental dan line item dalam beberapa bagian anggaran.”
Maksud dari pernyataan di atas adalah proses pembuatan anggaran saat ini menggunakan pendekatan berdasarkan kinerja yaitu suatu bentuk anggaran yang sumber- sumbernya dihubungkan dengan hasil dari pelayanan. Pendekatan ini mengaitkan setiap alokasi biaya program- program dalam anggaran dengan manfaat (outcome) yang dihasilkan. Program tersebut paling tidak harus memberikan manfaat yang sama dengan biaya yang dikeluarkan. Dengan demikian, pelaksanaan anggaran tidak hanya menekankan pada efisiensi tapi juga efektivitas dalam mencapai tujuan.
Anggaran basis kinerja berorientasi pada output, kemudian menentukan program dan alokasi biaya yang dibutuhkan, dan terakhir sebagai evaluasi diperlukan data kuantitatif pencapaian. Namun pendekatan ini tidak sepenuhnya meninggalkan pendekatan anggaran tradisional. Hal ini dapat dilihat dari item- item anggaran yang pada umumnya masih sama, seperti item- item pada biaya langsung (gaji, depresiasi, bahan baku) dan biaya tidak langsung (listrik, air, dll).